Rakyat selalu menjadi korban dari keganasan bisnis yang menghalalkan segala cara demi meraup keuntungan yang besar dengan dalih investasi serta menciptakan lapangan pekerjaan.
Sayangnya hal itu tidak berbanding lurus dengan hasil yang dirasakan oleh rakyat atas investasi serta lapangan pekerjaan yang tersedia dengan pengorbanan rakyat yang digusur secara paksa.
Korban penggusuran paksa yang dilakukan pengembang atau pengusaha tidak hanya mengalami kerugian materil, tetapi juga mengalami kerugian psikis dan mental yang tidak dapat dihitung dengan rupiah.
Penggusuran paksa yang terjadi di Pulau Rempang membuktikan pemerintah kurang serius dan teliti dalam memaknai pasal-pasal UUD 1945 serta Pancasila.
Sudah sangat jelas dalam UUD 1945 apa yang boleh dilakukan pemerintah maupun rakyat. Untuk itu apabila pemerintah tetap melakukan penggusuran paksa terhadap warga di Pulau Rempang maka pemerintah dan negara Indonesia telah melanggar beberapa pasal yang ada pada UUD 1945 sebagai berikut:
Pasal 1 ayat 1; Kedaulatan berada di tangan rakyat dan dilaksanakan menurut Undang-Undang Dasar.
Pasal 33 ayat 3 ; Bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat.
Pasal 28J ayat 1; Setiap orang wajib menghormati hak asasi manusia orang lain dalam tertib kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara.
Pasal 28H ayat 1; Setiap orang berhak hidup sejahtera lahir dan batin, bertempat tinggal, dan mendapatkan lingkungan hidup yang baik dan sehat serta berhak memperoleh pelayanan kesehatan.
Pasal 28H ayat 2; Setiap orang berhak mendapat kemudahan dan perlakuan khusus untuk memperoleh kesempatan dan manfaat yang sama guna mencapai persamaan dan keadilan.
Pasal 28G ayat 1; Setiap orang berhak atas perlindungan diri pribadi, keluarga, kehormatan, martabat, dan harta benda yang di bawah kekuasaannya, serta berhak atas rasa aman dan perlindungan dari ancaman ketakutan untuk berbuat atau tidak berbuat sesuatu yang merupakan hak asasi.
Pasal 28A ; Setiap orang berhak untuk hidup serta berhak mempertahankan hidup dan kehidupannya.
Di samping itu pemerintah tidak mengamalkan Pancasila sebab melakukan perbuatan yang tidak berketuhanan, berkeadilan yang beradab, tidak menjaga persatuan, tidak mencerminkan kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan serta tidak mewujudkan keadilan sosial melalui penggusuran paksa demi keuntungan pribadi, kelompok dan golongan.
Terlepas dari apapun alasan pemerintah, seperti rakyat tidak memiliki sertifikat, atau segala alasan apapun, apakah pengembang dan pengusaha yang hendak berinvestasi memiliki sertifikat atas Pulau Rempang?
Mana yang lebih utama penyelamatan rakyat apa penyelamatan pengembang dan pengusaha?
Pengembang dan pengusaha berinvestasi untuk mengeruk untung sebesar-besarnya sesuai dengan hukum ekonomi, sementara rakyat yang ada di Pulau Rempang mempertahankan hidup dan kehidupannya.
Melihat laman situs KPU dalam Pemilu 2014, 2019 bahwa warga Pulau Rempang menyerahkan hak konstitusionalnya melalui Pemilu, artinya pemerintah mengakui keberadaan rakyat yang ada di Pulau Rempang.
Jangan dong pemerintah hanya membutuhkan suara rakyat yang ada di Pulau Rempang, habis itu dibuang.
Walaupun hak suara bukan sebuah bentuk kepemilikan tanah, namun tanpa suara rakyat yang ada di Pulau Rempang, terkhusus seluruh rakyat maka dipastikan pemerintah negara Indonesia tidak ada.
Untuk itu pemerintah harus menghentikan penggusuran paksa di Pulau Rempang dengan alasan apapun dan tanpa embel-embel.
Semoga saudaraku, yang ada di Pulau Rempang diberikan kekuatan dan kesabaran, serta tawakal dalam menghadapi penggusuran paksa yang dilakukan pengembang dan pemerintah.
Semoga rakyat di Pulau Rempang diberkati Tuhan Yang Maha Kuasa, untuk mempertahankan hidup dan kehidupan ke depan. Aamiin.
Penulis adalah Direktur Eksekutif Komite Pemantau dan Pemberdayaan Parlemen Indonesia (KP3I)
BERITA TERKAIT: