Dimensy.id Mobile
Dimensy.id
Apollo Solar Panel

Analisis Kesejahteraan Ekonomi

 OLEH: <a href='https://rmol.id/about/dr-ir-sugiyono-msi-5'>DR. IR. SUGIYONO, MSI</a>
OLEH: DR. IR. SUGIYONO, MSI
  • Minggu, 13 Agustus 2023, 07:28 WIB
Analisis Kesejahteraan Ekonomi
Presiden Joko Widodo dan Kereta Cepat Jakarta-Bandung/Net
DISKUSI siapa yang lebih diuntungkan dari kebijakan publik tentang kebijakan pembangunan hilirisasi dan pembangunan industrialisasi antara pemerintah Indonesia dan China menjadi pembicaraan viral akhir-akhir ini.

Pembicaraan tersebut senantiasa menarik sejak pemerintahan Presiden Joko Widodo periode pertama, bahkan pada periode pemerintahan sebelumnya.

Yang dibicarakan adalah perbandingan manfaat ekonomi kesejahteraan antara yang diperoleh oleh pemerintah Indonesia dibandingkan China, sebagai konsekuensi pembukaan kembali hubungan diplomatik bilateral.

Sebagaimana diketahui, hubungan bilateral tersebut pernah terputus setelah insiden pemberontakan G30S/PKI tahun 1965. Pemulihan hubungan diplomatik bilateral, ternyata masih menyisakan trauma lama dan sentimen negatif.

Sebenarnya trauma lama dan sentimen negatif hubungan bilateral tidak hanya terjadi terhadap China. Juga terhadap Jepang, Belanda, Inggris, Portugis, dan Uni Soviet yang pernah mencatatkan trauma masa lalu. Jepang, Belanda, Inggris, dan Portugis tercatat pernah melakukan hegemoni menjajah sebagian wilayah Indonesia.

Uni Soviet disebutkan sebagai negara yang disebutkan oleh Muso dalam peristiwa pemberontakan PKI di Madiun pada tahun 1948. Sentimen negatif terhadap Jepang muncul dalam peristiwa demonstrasi lapangan banteng Malari pada tahun 1976.

Latar belakang trauma dan sentimen negatif terkesan senantiasa dimanfaatkan oleh kelompok-kelompok kepentingan pada waktu menganalisis ekonomi kesejahteraan, ekonomi politik, dan kebijakan publik tentang siapakah pihak-pihak yang lebih diuntungkan atas sebuah desain pembangunan nasional di Indonesia.

Misalnya, analisis terhadap pembangunan Ibukota Nusantara, pembangunan infrastruktur jalan tol, bandara Kertajati, stadium olahraga di Palembang, kereta api cepat Jakarta Bandung (Padalarang), apartemen, pembelian pesawat udara, pembangunan listrik, hilirisasi nikel, mobil dan motor listrik.

Bukan hanya soal pembangunan ekonomi, namun dalam urusan Pilkada DKI Jakarta era Basuki Tjahaja Purnama (Ahok), juga muncul muatan trauma dan sentimen negatif terhadap China.

Kebijakan hilirisasi sesungguhnya mengacu dari amanat UU 3/2020 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara. Industrialisasi mengacu dari UU 3/2014 tentang Perindustrian. Kemudian perdagangan internasional atas hilirisasi peningkatan nilai tambah nikel mengacu pada UU 7/2014 tentang Perdagangan.

Artinya, akar diskusi antara pembangunan hilirisasi dan industrialisasi pada studi kasus ekspor nikel Indonesia ke China terbangun dari latar belakang tiga UU tersebut, ditambah pembangunan investasi yang ada pada UU 6/2023 Cipta Kerja.

Diskusi hilirisasi tersebut di atas sesungguhnya secara akademis berawal dari analisis kesejahteraan ekonomi dan kebijakan publik tentang perbandingan besar antara surplus produsen (Indonesia), surplus konsumen (China), kehilangan (loss) produsen, kehilangan konsumen, dan pajak.

Persoalan tadi berbasiskan ilmu ekonomi mikro lanjutan, yang dasar contoh kasus juga dibahas dalam ilmu ekonomi kesejahteraan, ekonomi publik, perdagangan internasional, dan ekonomi politik.rmol news logo article

Penulis adalah peneliti Institute for Development of Economics and Finance (Indef), yang juga pengajar Universitas Mercu Buana

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

ARTIKEL LAINNYA