Mau tidak mau, meski pahit terasa, dan getir untuk diucapkan, keadaan kekuatan kebangsaan kita saat ini seperti tiada rasa tiada karsa, namun sebutan itu eksis dalam banyak pidato birokratif.
Kita bisa saksikan bagaimana penempatan kekuatan kebangsaan rapuh saat demikian banyak warna ketidakadilan sikap dan perilaku dari tiga pilar lembaga negara tersebut terhadap rakyat kebanyakan.
Ketimpangan penanganan koruptif di berbagai kasus dan tak terbatas di ruang pengadilan hukum, tetapi juga bagaimana hal itu bisa tercermin dalam moralitas dan integritas kelembagaan secara keseluruhan.
Bertahun-tahun suguhan adu lomba kekayaan di kalangan strata elite politik maupun birokrat seakan menjadi bagian budaya baru yang dilegitimasi secara tanpa sadar akibat ketidakberdayaan sistem sosial politik hukum yang semestinya menjadi payung kekuatan jiwa kebangsaan.
Negara-negara yang kuat berwibawa dan terhormat adalah yang menerapkan zero corruption bukannya negara di mana pemerintahannya banyak terlihat mengumbar ketidakadilan.
Namun seakan tidak ada ketimpangan, itu yang salah satunya tercermin dari besaran tingkat koruptif yang hadir berperilaku secara masif akibat jiwa kebangsaan memudar tanpa disadari.
Indonesia sebagai negara besar dengan modal moral budaya etika yang sangat tinggi, perlu melakukan langkah pemulihan kebangsaan Pancasila.
Di mana salah satunya adalah penerapan nation character building yang penting untuk diluncurkan kembali secara masif dan besar-besaran, khususnya dalam sistem praktik ketatanegaraan penyelenggaraan pemerintahan yang berwibawa dan terhormat.
Dan tugas pemulihan ini yang terlihat paling mumpuni di antara calon yang tersedia di tengah rakyat saat ini adalah Prabowo Subianto yang memiliki latar belakang untuk itu.
*
Penulis adalah pengamat sosial dan politik
BERITA TERKAIT: