Video
itu diunggah di Instagram waktu itu, milik akun @achiruddinhasibuan.
Entah itu akun milik ayah Aditya, AKBP Achiruddin Hasibuan yang kini
ditahan polisi (tepatnya di-patsus), atau bukan. Tapi
caption di unggahan itu, begini:
"#abgmasukasrama.dedek&kakak.nyetirsendiri#TTDJ.yadek#,"
tulis akun @achiruddinhasibuan. Di video, tampak Aditya nyetir dan di
sebelahnya ada gadis lebih tua, yang ditulis sebagai ‘kakak’.
Juga disebutkan, itulah tahun pertama Aditya pakai seragam putih-biru (seragam pelajar SMP).
Netizen menduga, itu akun ayah Aditya, yang semula menjabat Kabag Bin Ops Direktorat Narkoba, Polda Sumut.
Ada
juga unggahan Aditya nyetir motor trail di jalan
off
road. Tampak di foto, Aditya masih lebih kecil dibanding saat
nyetir mobil.
Mungkin, maksud
netizen
menyebarkan itu untuk menunjukkan, bahwa pendidikan di masa kecil Aditya
seperti itu. Dimanjakan. Tepatnya, salah didik. Sehingga jangan kaget
kalau Aditya menganiaya Ken.
Nyetir mobil milik sendiri, memang
boleh. Tapi nyetir mobil di usia segitu membahayakan diri sendiri dan
nyawa orang lain di jalan raya. Berdasar Undang-undang No 22 tahun 2009
tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan, disebutkan pengendara harus
berusia minimal 17 tahun.
Undang-undang itu juga mengatur syarat
untuk mendapatkan Surat Izin Mengemudi (SIM) minimal 17 tahun. Berarti,
saat video itu direkam, Aditya nyetir tanpa SIM. Meskipun bapaknya
polisi.
Gegara heboh Aditya ini pula,
netizen
membagikan video bocah lain, juga sedang nyetir mobil di jalan raya.
Dibagikan di akun Instagram @fakta.indo pada Rabu (26/04/2023). Tampak
bocah perempuan usia pelajar SD (sekitar usia 10) nyetir mobil di jalan
raya.
Video tersebut awalnya diunggah di Facebook @Iznainy
Success, hingga menyebar ke media sosial lainnya seperti TikTok dan
Instagram. Dan viral.
Di video, bocah perempuan itu menyetir
dengan wajah tegang. Sementara, situasi jalan raya tampak di kaca sangat
ramai. Ada suara wanita memberi arahan kepada si bocah.
Arahannya begini: “Gas dikit. Klakson… klakson. Kanan dikit, kanan dikit… Nanti pelan-pelan menyesuaikan ya,’’
Setelah
video itu heboh, baru diketahui itu terjadi di Samarinda, Kalimantan
Timur. Di akun milik Isnaini, instruktur mengemudi mobil di sana. Bocah
sepuluh tahun itu ternyata anak Isnaini.
Isnaini kemarin minta
maaf melalui video di akun Instagram Polresta Samarinda. Menggunakan
akun Polresta Samarinda, sebab Isnaini ditegur oleh aparat di sana.
Setelah videonya viral.
Dalam video tersebut, Isnaini mengakui
dia mengajari anaknya nyetir. Video bocah nyetir tersebut dibuat setahun
lalu. Namun baru viral, setelah viral video Aditya nyetir mobil.
Isnaini di akun Instagram Polresta Samarinda direkam video, mengatakan begini:
"Benar
itu anak saya, bukan anak lain, bukan anak didik, tapi anak saya
sendiri. Alasan di situ saya buat untuk memotivasi. Memang kita harus
bisa karena memang tugas saya mengedukasi cuma dalam hal ini tidak tepat
dengan objeknya saja. Saya mohon maaf kepada masyarakat Samarinda.â€
Isnaini menyatakan, dia berjanji tidak akan mengulangi lagi mengizinkan anaknya (kini usia 11) nyetir mobil lagi.
Maksud
Isnaini, dia tidak akan mengulangi lagi memamerkan anaknya nyetir mobil
via medsos. Tapi, anak itu sudah terlanjur bisa nyetir mobil.
Dua
contoh kejadian nyata di atas menunjukkan, bahwa pembuatnya seolah
berkata: anak polisi, atau anak pelatih sekolah mengemudi, harus bisa
nyetir mobil, meskipun masih kecil.
Para ortu pasti mencintai
anak-anak mereka. Berusaha mendidik, menyiapkan anak-anak menuju dewasa.
Diberi bekal apa pun agar anak-anak siap ketika sudah masuk usia
dewasa.
Tapi, pendapat netizen bahwa pendidikan di dua kasus
tersebut, dianggap memanjakan anak. Berakibat, anak kelak bakal
bertindak di luar batas. Terbukti pada Aditya menganiaya Ken Admiral
disaksikan ayahnya, AKBP Achiruddin.
Dr Ijeoma Opara, asisten
profesor di Yale School of Public Health, AS, menulis di
The
Guardian, 20 Desember 2015 bertajuk: “
Striking A
Balance Between Pampering And Good Upbringing†menyatakan,
dalam pendidikan anak, mengajarkan disiplin dengan memanjakan, beda
tipis.
Batas antara pendidikan disiplin dengan memanjakan anak,
tidak ada dalam teori. Tergantung pada kondisi dan situasi yang terjadi
antara ortu dan anak. Jika ortu salah sedikit, maka bakal terjerumus
dalam memanjakan anak.
Disebut terjerumus, sebab anak yang
dimanja, setelah anak dewasa kelak bakal berperilaku semau dirinya.
Sesuka hatinya. Tidak peduli orang lain. Kalau ia tidak suka, maka apa
pun ia rasa boleh dilakukan.
Disebutkan, mayoritas orang tua
ingin melakukan hal yang benar untuk anak-anak mereka. Ortu bercita-cita
luhur untuk anak-anak mereka, dan berusaha untuk memberi mereka yang
terbaik dalam hal pendidikan, kesejahteraan dan persiapan mental menuju
kedewasaan.
Mayoritas ortu ingin menyelamatkan anak-anak mereka
dari semua kesulitan yang harus mereka alami dalam hidup dewasa, kelak.
Maka, ortu membekali anak-anak mereka dengan semua hal (yang menurut
mereka) baik dalam hidup. Ortu ingin memastikan, anak-anak mereka tidak
bakal kekurangan apa pun, kelak.
Namun, dalam prosesnya, ortu
terkadang terlalu memanjakan anak. Dalam menyediakan kondisi yang 'luar
biasa' ini untuk anak-anaknya, beberapa orang tua secara tidak sadar,
melewati garis tipis antara merawat dengan memanjakan anak.
Jika ortu terjerumus memanjakan anak, ya itu tadi. Anak setelah dewasa bertindak semaunya sendiri.
“Itu
menyebabkan kemerosotan nilai moral. Terlihat jelas saat ini (di
Amerika Serikat) karena kaum muda sekarang tidak memiliki nilai etika
dasar. Bahkan, cenderung melakukan tindak pidana.â€
Dr Opara,
pendidik di Amerika keturunan Afrika itu, menjelaskan detil tentang
pendidikan yang memanjakan dengan pendidikan disiplin. Bedanya sangat
tipis. Yang jika ortu tidak belajar pada ilmu yang benar, maka bisa
terjerumus.
Sesungguhnya, tanpa arahan asisten profesor Amerika
itu pun, secara tradisional masyarakat kita sudah paham tentang beda
antara disiplin dengan memanjakan. Kultur pendidikan di Indonesia sudah
baik. Soal beginian kita tidak perlu diajari orang Amerika.
Tapi,
terbukti ada kasus Mario menganiaya David. Dilanjut, Aditya menganiaya
Ken. Masyarakat bisa menyaksikan itu di video, betapa brutal mereka
menganiaya. Seolah cuma mereka yang berhak mengendalikan orang lain.
Peringatan
dari netizen soal perilaku Aditya nyetir mobil, juga perilaku Isnaini
mengajari anaknya nyetir, jelas bahwa itu memanjakan anak. Biasanya,
orang pandai mengawasi orang lain. Tapi sulit melakukan untuk diri
sendiri.
Penulis adalah Wartawan Senior
BERITA TERKAIT: