Peringatan Hari Guru Nasional, seyogianya tidak sekadar dirayakan sebagai
ceremony tahunan semata dengan kegiatan itu-itu.
Esensi dan nilai-nilai kehidupan dari dari setiap langkah kaki, guratan kapur di papan tulis, serta butir peluh seorang guru dalam mendarmabhaktikan dirinya sebagai pendidiklah, yang sejatinya kita jadikan pedoman bagi hidup dan kehidupan berbangsa dan bernegara di republik ini.
Sumbangsih serta kerelaan luar biasa seorang guru dalam mendidik anak-anak, generasi penerus bangsa, adalah tumpuan utama bangsa ini untuk keluar dari jurang kebodohan, melalui ilmu pengetahuan yang sarat dengan nilai-nilai agama, budaya, moral dan etika, yang senantiasa ditanamkan para guru.
Ibarat tanaman, guru adalah akar yang senantiasa memberi asupan nutrisi bagi tumbuh kembang mulai dari tunas hingga menjadi pohon besar nan rimbun, terus menjalar dan menancap jauh dalam perut bumi, untuk menopang batang agar dapat menjulang tinggi ke atas, hingga sang pohon berbuah manis atau memiliki bunga cantik, yang tentunya dapat memesona siapa pun yang memandangnya.
Tidak dapat dipungkiri, banyak yang tidak mengetahui besarnya jasa dan pengorbanan akar didalam perut bumi, karena hanya semua orang tentunya akan terpana dengan tinggi dan kokohnya batang, rimbunnya dedaunan, dan manis buah serta cantiknya kelopak bunga yang terlihat anggun dipermukaan.
Itulah guru, akar yang yang senantiasa menopang tumbuh kembang anak didiknya, agar memiliki ilmu pengetahuan serta wawasan yang luas, sebagai bekal menggapai cita-cita dan masa depan, sebagai generasi penerus bangsa.
Saya dan kita semua tentunya memiliki pandangan yang sama, bahwasanya kualitas anak-anak generasi penerus bangsa dan cerah tidaknya masa depan republik ini, bergantung pada seorang guru.
Yang saya pahami, guru bukan hanya seorang pendidik, namun juga agen perubahan (
Agent of Change) karena tidak ada satu pun kemajuan tanpa diawali dengan gerakan perubahan yang tentunya tidak lepas dari keterlibatan seorang guru dalam setiap aspek hidup dan kehidupan di negeri ini.
Tidak berkebihan jika saya memandang guru sebagai ujung tombak mutu serta kualitas kehidupan bangsa kita, dan seorang guru juga memiliki andil besar dalam menentukan wajah Indonesia di hadapan bangsa dan negara-negara dunia.
Saya teringat Ibu Syurfa, guru mata pelajaran agama di SMA 3 Palembang, dimana beliau telah saya anggap layaknya orang tua kandung, lebih dari seorang pendidik.
Santun, lembut, penuh kasih sayang lazimnya seorang Ibu, beliau memberikan pemahaman kepada saya bahwasanya ilmu pendidikan tak sekadar wajib di pelajari namun juga di timba serta dimaknai lebih dalam untuk membentuk kepribadian dan karakter saya, anak didiknya.
Saya tak pernah melihat ada amarah dari raut wajah beliau, apalagi perangi kasar, meski dikelilingi puluhan siswa SMA dengan tabiat dan perilaku yang menjengkelkan, cenderung manja dan kekanak-kanakan.
Ibu Syurfa mewariskan teladan tentang kesabaran dalam menjalani hidup dan kehidupan dengan baik, senantiasa berkhidmat pada tuhan, agama, budaya ketika menjalani takdir sebagai hamba-Nya di alam fana.
Di sisi lain, ada almarhum Bapak Basri, guru fisika yang terkenal sebagai ‘guru killer karena sikap beliau yang sangat tegas dan sangat disiplin, sehingga ketidakhadirannya dalam ruang kelas menjadi harapan para siswa termasuk saya, kala itu.
Jika beliau hadir, suasana kelas mendadak hening, gelak tawa dan canda siswa berganti dengan suara berat Pak Basri yang menggelegar dan para siswa terlihat serius belajar meski keringat dingin mulai membasahi seragam yang dikenakannya.
Dunia serasa mau kiamat saat nama kita dipanggil oleh beliau, apalagi bagi para siswa yang terlambat masuk kelas, tidak mengerjakan tugas atau PR yang diberikannya.
Dari 2 sosok guru cenderung berlainan karakter inilah, saya menemukan tauladan kehidupan dimana kesabaran dan amarah mengandung nilai-nilai universal tentang bagaimana menghadapi serta menjalani hidup dan kehidupan dengan sabar namun tetap harus mendisiplinkan diri agar senantiasa teguh dalam meraih cita-cita.
Pelajaran yang diberikan keduanya, tidak sekedar tertera di atas kertas maupun tercoret di papan tulis, bukan hanya diperoleh dari bangku sekolah atau pendidikan formal, namun dari setiap interaksi sosial kita.
Dari Ibu Syurfa, saya meneladani nilai-nilai kesabaran dan kerelaan luar biasa dalam menghadapi segala halang rintang dalam menjalani kehidupan. Nilai-nilai inilah yang membentuk kepribadian saya menjadi pribadi sabar dan tidak pendendam, meski tudingan menjurus kearah fitnah, sering kali ditujukan kepada saya.
Sementara dari almarhum Bapak Basri, saya memperoleh teladan tentang bagaimana mendisiplinkan diri untuk meraih cita-cita, impian dan tujuan hidup serta masa depan lebih baik dalam kehidupan yang cenderung keras dan berlumur ragam persoalan.
Saya merasakan sendiri bahwasanya nilai-nilai dan tauladan yang diberikan guru kepada tidak pernah lekang oleh waktu apalagi tergerus perkembangan zaman, dimana nilai-nilai serta tauladan yang diajarkan guru kepada anak bangsa direpublik ini, selalu berguna bagi kehidupan kita dan kemajuan bangsa sejak dulu hingga saat ini.
KPK menilai peran guru yang tidak sekedar mengajarkan ilmu pendidikan disekolah namun juga dalam membentuk karakter dan integritas generasi muda, yang sejatinya adalah pondasi dan ruh antikorupsi.
Jika dicermati secara utuh dalam kontek pembangunan pendidikan antikorupsi, ‘jiwanya’ adalah pendidikan karakter dan integtitas. Sebagaimana kita ketahui bahwa muara dari persoalan korupsi adalah hilangnya nilai-nilai antikorupsi dari dalam individu yang memiliki karakter lemah atau minim integritas.
Kami memandang peran guru sangat besar dalam upaya pemberantasan korupsi di Indonesia mengingat ditangan pahlawan tanpa jasa inilah bibit nilai-nilai antikorupsi dapat disemaikan ke hati sanubari, jiwa dan alam pikiran anak-anak generasi penerus bangsa untuk membentuk karakter, integritas dan Budaya antikorupsi pada diri setiap anak-anak Indonesia agar tercipta peradaban baru, peradaban antikorupsi.
Dari sosok sederhana inilah, kami yakin nilai-nilai agama, budaya dan kejujuran dan pentingnya menjaga integritas yang membentuk ruh antikorupsi akan tumbuh menjadi imun bagi anak-anak Indonesia, agar tidak terpapar virus korupsi dan perilaku koruptif.
Guru adalah harapan untuk membangun masa depan peradaban sebuah bangsa dan saya yakin, guru-guru di republik ini akan terus mencetak generasi muda yang bukan hanya pintar atau berilmu, namun juga berakhlak mulia, jujur, dan berintegritas.
Guru bukan cuma digugu dan ditiru, guru adalah pelita di tengah kegelapan, oase di gurun pasir dan teriknya surya ditengah lautan, senantiasa menyemai kebaikan nan teduh bagi anak didiknya, hingga tumbuh menjadi generasi gemilang penerus masa depan bangsa dan negara.
Generasi muda yang dibimbing guru seperti inilah, yang tentunya dapat membawa kejayaan Indonesia di masa depan, dimana kesejahteraan segenap bangsa dan seluruh tumpah darah Indonesia dapat terwujud, keadilan dapat ditegakkan dalam kehidupan bangsa yang cerdas, dan semua itu dirasakan oleh seluruh rakyat Indonesia mulai Sabang sampai Merauke, mulai Miangas hingga Pulau Rote.
Dari lubuk hati terdalam, saya mengucapkan banyak terimakasih kepada para guru tercinta, orang tua kandung kami di sekolah, atas segala jasa dan dedikasi luar biasa dalam membimbing kami, membentuk karakter kami untuk menjadi manusia yang bermanfaat bagi nusa dan bangsa ini.
Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi Republik Indonesia (KPK RI)
BERITA TERKAIT: