Pernyataan itu tidak bisa tidak dianggap sebagai pernyataan lembaga Mahkamah Konstitusi. Seorang Jubir biasanya mewakili lembaga, dan tidak akan berani mengeluarkan pernyataan kecuali atas restu bahkan perintah Pimpinan MK.
Kalau MK membantah, maka harus ada sanksi tegas berupa pencopotan sang jubir yang telah melakukan pelanggaran, tidak hanya
off side, tapi
free kick.
Pernyataan Jubir MK itu, yang tidak atas pertanyaan atau permintaan seseorang atau lembaga/organisasi adalah tendensius, dan membenarkan dugaan bahwa MK selama ini tidak netral, tidak imparsial, dan tidak menegakkan keadilan menyangkut isu Pemilu dan Pilpres, seperti yang ditunjukkannya pada keputusan tentang
Presidential Threshold ambang batas pencalonan presiden-wakil presiden).
Jika ini benar maka merupakan malapetaka bagi Negara Indonesia yang berdasarkan hukum/konstitusi tapi perisai terakhir penegakan hukum/konstitusi justru berkecenderungan melanggar hukum atau konstitusi itu sendiri.
Maka, sudah waktunya rakyat mereview atau merevisi keberadaan MK dari perspektif UUD 1945 yang asli.
MK tidak hanya harus mengenakan sanksi tegas atas jubirnya, tapi harus mengeluarkan pernyataan bahwa seorang Presiden hanya untuk dua masa jabatan berturut-turut dan tidak boleh diotak-atik untuk diberi peluang mencalonkan diri lagi walau sebagai wakil presiden.
Jika ini diabaikan oleh MK, saya sebagai warga negara bersedia bergabung bersama rakyat cinta konstitusi melakukan aksi protes besar-besaran.
*
Penulis adalah Ketua Umum PP Muhammadiyah 2005-2015
Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.
BERITA TERKAIT: