Orang Terkaya Indonesia Berbisnis Rokok

Senin, 14 Desember 2020, 07:27 WIB
Orang Terkaya Indonesia Berbisnis Rokok
Rektor ITB Ahmad Dahlan Jakarta, Mukhaer Pakkanna/Net
MASA pandemi Covid-19, justru orang-orang terkaya di tanah air, pundi-pundi duitnya makin menjumbo. Bayangkan, pada 9 Desember 2020,  Majalah Forbes merilis daftar 50 orang terkaya di Indonesia. Robert Budi Hartono dan Michael Hartono, pemilik grup Djarum masih bertahan tangguh pada posisinya sebagai orang terkaya.

Total kekayaan sebesar 38,8 miliar dolar AS, ekuivalen Rp 546,9 triliun (asumsi kurs Rp14.094 per dolar AS). Pada 2019 lalu, kekayannya mencapai 26,6 miliar dolar AS atau sekitar Rp 425,6 triliun. Artinya, masa pandemi ini, raja rokok ini mengisi  tambahan kantongnya hampir Rp 125 trliun.

Kontras dengan itu, di negara-negara lain, terutama China, Korea Selatan, dan Amerika, pada masa pandemi ini, orang-orang kaya di sana, justru pundi-pundinyan berasal dari bisnis berbasis teknologi informasi. Bisnis pengetahuan, bukan bisnis rokok.

Bertalian dengan berita itu, Kamis 10 Desember 2020, Menteri Keuangan (Menkeu), Sri Mulyani Indrawati, mengumumkan kenaikan tarif cukai hasil tembakau (CHT) atau cukai rokok pada 2021 rerata sebesar 12,5 persen. Kenaikan tarif ini mencoba menyeimbangkan aspek kesehatan dan kondisi perekonomian.

Terus terang, saya mengapresiasi tarif kenaikan cukai itu. Kendati masih jauh dari harapan, tapi ada secercah political will dari Pemerintah. Ada keinginan mewujudkan Perpres No. 18/2020 tentang RPJMN 2020-2024 terutama Bab IV.19 tentang Meningkatkan Kualitas SDM dan Berdaya Saing. Indikator Strategi untuk menekan Persentase Perokok Usia 10 hingga 18 tahun (remaja) dari eksisting 9,1 persen (2019) menjadi 8,7 persen (2024).

Selain itu, dalam RPJMN itu tercantum Peningkatan Cukai Hasil Tembakau Secara Bertahap, Pelarangan Total Iklan dan Promosi Rokok, Pembesaran Pencantuman Peringatan Bergambar Bahaya Rokok, hingga Perluasan Penggunaan Cukai pada Produk Pengan yang berisiko tinggi terhadap kesehatan.

Mengapa cukai harus naik? Pertama, mengurangi prevalensi terutama bagi anak dan remaja perokok (dalam rangka peningkatan kualitas SDM dan bonus demografi); Kedua, peningkatan kualitas kesehatan dan lingkungan; Ketiga, merujuk WHO dengan batas minimal kenaikan cukai 70 persen dari Harga Jual Eceran (HJE) sehingga terjadi peningkatan penerimaan..

Pada aspek sosial ekonomi, terdapat fakta dalam pelbagai studi, bahwa terjadi surplus ekonomi masyarakat kelas bawah (miskin) bergeser menjadi surplus ekonomi pemilik modal (industri rokok).

Dalam pendekatan teori strukturalis, disebut disarticulated socio-economic structure di mana masyarakat misikin (perokok, petani tembako, buruh industri rokok, anak-anak) berkontribusi signifikan meningkatkan surplus atau keuntungan jumbo industri rokok besar. Ihwal ini tidak jauh berbeda dengan sistem cultuurstelsel (tanam paksa) zaman VOC di Hindia Belanda, di mana yang kaya makin kaya, yang miskin pribumi yang dituduh _inlander, makin melarat..

Maka, PT Djarum merupakan perusahaan keluarga, didirikan Oei Wie Gwan pada 1951. Sepeninggalnya, perusahaan ini diteruskan sang putra, Robert Budi Hartono. PT Djarum merupakan satu-satunya perusahaan rokok besar di Indonesia yang tidak mendaftarkan diri di Bursa Efek Indonesia sehingga tidak diketahui data keuangan, termasuk laba yang didapat. Perusahaan yang memiliki 75.000 orang karyawan ini berpusat di Kudus.

Pada 2017, Djarum menjual 58,8 miliar batang rokok. Melalui anak-anak perusahaannya makin agresif menjadi pemain di pelbagai sektor bisnis seperti e-commerce, properti, media, hingga sektor pertanian.

Ini artinya, perusahaan PT Djarum kekayaan dan keuntugannya, banyak disumbangkan oleh anak remaja perokok dan juga orang miskin perokok. Mengapa anak remaja meningkat jumlah perokoknya? Mengapa orang miskin makin doyan merokok? Bahkan pada masa pandemi Covid-19 ini, data Komnas Pengendalian Tembakau, bahwa jumlah perokok remaja dan masyarakat miskin makin meningkat.

Mengapa meningkat, karena harga rokok sangat murah, mudah dijangkau, dan dijual secara eceran tanpa hambatan. Mengapa harga rokok murah? karena tarif cukai yang sangat rendah.

Harga rokok di Indonesia termasuk salah satu negara termurah setelah Pakistan, Vietnam, Nikaragua, Kamboja, Filipina dan Kazaksthan. Sementara komposisi perokok di dunia, 80 persen adalah negara-negara miskin dan berkembang.

Banyak rumah tangga termiskin atau berpenghasilan rendah di Indonesia terperangkap konsumsi rokok; sebanyak tujuh dari sepuluh rumah tangga (hampir 70 persen) memiliki pengeluaran membeli rokok. Sedangkan, enam dari sepuluh rumah tangga termiskin (57 persen) memiliki pengeluaran membeli rokok. rmol news logo article

Mukhaer Pakkanna

Rektor ITB Ahmad Dahlan Jakarta

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

FOLLOW US

ARTIKEL LAINNYA