Dahulu, ketika Kekaisaran Ottoman membangun sistem saluran pembuangan air di Istanbul, kucing terbukti dimanfaatkan untuk memburu hama tikus. Pada masa Ottoman banyak rumah dibangun dengan pintu-pintu kecil untuk kucing, agar mereka bisa keluar masuk dengan leluasa. Masyarakat Istanbul juga mencintai kucing seperti layaknya orang Arab dan Mesir. Mereka bahkan mendirikan rumah sakit kucing, yang terletak di kawasan Üsküdar dan lainnya di Dolmabahçe. Kemudian yayasan amal (vakif) didirikan untuk memastikan bahwa anak kucing jalanan diberi makan dan mendapat perawatan yang baik.
Memoar Baron Wencelas Wratislow, bangsawan muda Bohemia, yang diterbitkan pada 1599 menyebutkan bagaimana masyarakat Istanbul memiliki tradisi menyediakan makanan untuk kucing jalanan. Mereka memasak irisan lemak, hati dan daging cincang, kemudian membawanya dalam ember kayu sembari meneriakkan “kedi et†atau “daging untuk kucingâ€. Para kucing akan segera berkumpul di taman-taman dan dengan gembira menyantap sajian tersebut. Pemberian makanan ini dilakukan dua kali sehari yaitu pada waktu sarapan di pagi hari dan pada jam makan malam.
Sultan Ottoman dan Kucing Istana
Sejarawan Ottoman, Ekrem Buğra Ekinci, menyebutkan kisah menarik bahwa Sultan Abdülmecid I alergi terhadap kucing, dan dia tidak ingin berada di ruangan yang sama dengan kucing. Cerita berlanjut pada suatu pagi, ketika membaca Al-Quran, dia keluar sebentar dan ketika dia kembali, Abdülmecid melihat seekor kucing menggaruk dan menodai halamannya. Itu adalah momen terakhir kali dia mendekati kucing. Faktanya, suatu waktu Abdülmecid dan anak buahnya memasuki Istana Beykoz, seekor kucing keluar dan mendekati mereka, dia segera memerintahkan anak buahnya untuk kembali dan tidak memasuki istana.
Tetapi putranya, Sultan Abdülhamid II dikenal sebagai pecinta kucing. Sultan ini dikenal memiliki kucing peliharaan jenis Angora berwarna putih berbulu panjang yang bernama “Agha Effendiâ€. Selain itu Abdülhamid II juga diketahui telah menerima hadiah sejumlah besar kucing di Istana Yıldız selama bertahun-tahun. Pada tahun 1885, Gubernur Van mengirimkan 35 kucing Van (kucing putih berbulu panjang dengan mata berbeda warna yang berasal dari Danau Van) kepada Sultan. Kepemilikan varian kucing langka tersebut akan menjadi simbol status sosial, bayangkan betapa ramainya jika mereka bermain dan berenang di air mancur istana.
Tidak berhenti sampai di situ, Abdülhamid II juga menerima beberapa persembahan kucing selama dekade tersebut. Pada tahun 1889, ia menerima sekitar 29 kucing tabby hitam, tabby oranye dan coklat kehitaman. Kucing-kucing tersebut didatangkan dari Ankara yang sebelumnya telah diseleksi dari seratusan kucing yang terpilih, yang menurut laporan adalah yang terbesar di Kekaisaran Ottoman.
Ras Angora dan Van
Kawasan Anatolia merupakan rumah bagi kucing keturunan Angora dan Van, dua kucing ras khusus yang berasal dari Turki. Kucing Angora adalah salah satu ras kucing kuno dan alami yang berasal dari Turki tengah, di wilayah Ankara (secara historis dikenal sebagai Angora). Ras Angora telah didokumentasikan sejak 1600-an dan diyakini sebagai asal mutasi untuk gen warna putih dan berbulu panjang.
Kucing Angora, seperti kebanyakan kucing domestik berasal dari ras kucing liar Afrika (felis silvestris lybica) dan kemudian mulai pertama kali dijinakkan di sekitar kawasan Bulan Sabit Subur (Fertile Crescent). Kucing dari daerah pegunungan timur Anatolia melalui perkawinan sedarah dan seleksi alam, berkembang menjadi ras berbulu panjang seperti Angora dan Van. Kucing berbulu panjang kemudian diimpor ke Inggris dan Perancis dari Turki, Iran dan Rusia pada akhir abad ke-16 atau indikasi lain menyebutkan bahwa mereka muncul di Eropa pada awal abad ke-14 akibat Perang Salib.
Sementara itu kucing Van adalah kucing putih berbulu panjang yang memiliki heterochromia iridium, atau iris mata yang berwarna berbeda, satu berwarna biru dan satunya kuning. Kucing Van dijuluki sebagai kucing perenang, memiliki kegemaran yang tidak biasa pada air dan membuatnya sangat cocok untuk tempat asal mereka di tepian Danau Van, danau terbesar di Turki. Menurut legenda Turki, sepasang kucing Van berada di Bahtera Nuh, ketika kapal mendarat di puncak Gunung Ararat, kucing-kucing tersebut melompat ke dalam air dan berenang ke tepian daratan.
Masjid Kucing Aleppo
Warisan Ottoman terkenal lainnya yang terkait dengan kucing adalah kompleks bangunan dari abad ke-18 di Aleppo, Suriah yang dikenal oleh penduduk setempat sebagai Jami al-Qitat, Masjid Kucing. Kompleks ini merupakan yayasan amal Ottoman yang didirikan untuk kucing jalanan. Pengurus masjid setiap harinya memberi makan ratusan kucing dengan irisan daging, hati dan jeroan. Kompleks tersebut terletak di kawasan kuno Bab al-Nasr dan dibangun pada 1730 oleh Osman Pasha, penguasa Ottoman di wilayah itu. Sejak akhir abad ke-18 sebuah rumah sakit untuk kucing didirikan dan mulai aktif beroperasi di sekitar masjid.
Kisah menarik di balik pembangunan masjid kucing ini adalah ketika lumbung-lumbung hasil pertanian di Aleppo direcoki oleh hama tikus dan binatang pengerat lainnya. Untuk membebaskan diri dari gangguan tersebut, Osman Pasha memanfaatkan sejumlah besar kucing untuk memburu tikus, dan sebagai rasa terima kasih atas layanan mereka, dia membangun masjid kucing dan memberikan mereka pelayanan makanan setiap harinya.
Masjid ini juga merawat kucing-kucing Aleppo yang terluka dan sakit. Para pengurus masjid yang membawa karung-karung berisi makanan ke masjid melalui jalanan bukanlah pemandangan yang unik. Kompleks ini juga beroperasi sebagai tempat kucing mencari makan, di mana ratusan kucing jalanan akan mendapatkan hati dan jeroan segar dari tukang daging di kota itu. Kompleks ini juga berisikan kamar untuk anak-anak kucing dan rumah perawatan untuk kucing-kucing tua. Pemilik kucing yang sekarat juga akan mengirimkan kucing mereka ke sana untuk memastikan mereka akan dirawat setelah kematian mereka.
Masjid Kucing Aleppo memikat wisatawan Eropa sepanjang awal abad ke-19, pengunjung menceritakan sebanyak lima ratus hingga delapan ribu kucing menikmati layanan di masjid. Pendeta Vere Monro (1801-1841) mencatat dalam laporannya tentang kunjungan ke rumah sakit kucing pada musim panas 1835.
Kompleks tersebut juga melayani kucing-kucing yang dibawa oleh pendeta Kristen dan diharapkan agar mereka juga meninggalkan donasi. Pembiayaan operasional rumah sakit dibiayai tidak hanya dari harta warisan Osman Pasha, tetapi juga bergantung pada donasi para pengunjung di masjid.
Berbagai literatur klasik di atas kemudian menunjukkan kecintaan dan kepedulian masyarakat Ottoman terhadap kucing. Tidak hanya menjadi hewan peliharaan atau digunakan untuk membasmi hama, kucing juga menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari budaya Islam dan kehidupan Ottoman, bahkan hingga kini di masa Turki modern.
Hewan mungil ini telah menjadi simbol budaya Ottoman, di mana manusia dan kucing bisa hidup damai berdampingan selama berabad-abad lamanya.
Yollanda Vusvita Sari
Aktivis Perempuan KAMMI Turki, Pemerhati Budaya Ottoman
BERITA TERKAIT: