Jadi saya tidak bisa memilih karena memang aturan mengatakan saya tidak boleh memilih, tentara harus netral.
Sebagai tentara, saya pernah menjadi bawahan dan juga pernah menjadi atasan. Jadi tentara itu enak, hidupnya teratur karena harus mengikuti perintah atasan. Kami harus patuh dan taat kepada atasan dengan tidak pernah membantah perintah atau putusan.
Jadi apapun keputusan atau perintah atasan harus dilaksanakan. Apakah ada kesulitan dalam melaksanakan itu? Sepertinya tidak ada karena sebagai atasan, saya ingin agar bawahan patuh kepada saya, sehingga saya pun harus patuh kepada atasan saya.
Nah atasan itu beda-beda karakternya. Mungkin karena sukunya beda jadi karakterpun beda. Ada yang temperamental, ada yang lembut, macam-macam lah. Tapi itu tidak sulit karena bagi saya, atasan itu seperti penabuh gendang. Saya adalah penarinya.
Kalau atasan saya misalnya menabuh gendang Bali, ya saya harus menari Kecak. Kalau atasan saya menabuh gendang Batak, ya saya tari tortor. Kalau atasan saya orang Jawa, ya saya harus belajar nari Serimpi. Kalau atasan saya nabuh gendang Batak, saya terus nari Jawa ya enggak pas.
Jadi sebagai bawahan harus menyesuaikan atasan dan itu tidak sulit dilakukan. Karena dalam hidup ketentaraan itu semua sudah diatur, penuh disiplin. Mulai dari bangun tidur saja sudah diatur. Begitu bangun tidur, yang pertama dilakukan adalah membersihkan tempat tidur. Sprei harus dikencangkan, sarung bantal harus dikencangkan dipasang pada tempatnya, melipat kelambu, bahkan menata pakaian di lemari pun diatur panjang lebarnya harus sama. Jadi sejak awal memang dilatih hidup teratur dan disiplin.
Nah pada pemilu yang lalu ketika keluarga saya ikut memilih, misalnya di pemilihan legislatif DPD DPR, saya membebaskan mereka untuk memilih siapapun sesuai keinginan mereka, sesuai yang mereka yakini baik. Karena memengaruhi mereka juga enggak berguna buat saya. Toh saya sebagai tentara netral.
Siapapun yang berkuasa, enggak ada masalah buat saya. Siapapun pemerintahan yang berkuasa itulah yang kami dukung, enggak perduli siapapun dia. Sehingga saya tidak pernah memaksakan kehendak harus milih si A, si B, atau si C. Silakan yang kamu percaya baik untuk memimpin ya pilihlah dia.
Dulu waktu masih aktif kalau lihat orang lain milih, keluarga milih ya biasa saja. Tidak ada rasa cemburu. Toh aturan sudah mengatakan tentara itu diwakili di DPR dan kami tidak boleh memilih. Memang aturannya tidak boleh memilih, ya sudah enggak papa.
Tapi saya bisa merasakan, memilih tentunya berat karena dari sekian banyak calon harus memilih yang terbaik yang mana. Karena belum tentu juga setiap orang mengenal calon-calon itu. Ya mungkin ada yang gambling, tanya teman-teman.
Sekarang saya sudah bisa memilih. Yang saya rasakan tadi, ya senang sih. Senangnya itu saya harus berpikir untuk memilih siapa. Karena yang saya pilih nanti akan menjadi pemimpin saya, pemimpin negara itu tentu menentukan saya dan bangsa ini.
Kepada teman-teman yang masih aktif, saya berpesan tetaplah setia kepada negara. Politik tentara adalah politik negara, tidak memihak kepada siapapun. Dan bagi teman-teman yang masih aktif, selalu bertindaklah sopan, menjunjung tinggi kehormatan, dan adil kepada siapapun.
Laksamana Pertama TNI (Purn.) B.M.Y. Darbagus J.P., S.E., M.M. CFrA.
Mantan Kepala Dinas Administrasi Personel TNI AL
BERITA TERKAIT: