Karenanya setiap orang khusunya lagi bagi team suksesi pilpres 2019 agar lebih bijak dan cerdas membangun peradaban demokrasi Indonesia.
Mereka seharusnya mampu merubah dan berusaha menyehatakan" jiwa demokrasi indonesia". Kita ini bukan "budaya mesin ", kita budaya "manusia Indonesia" yang dikenal ramah, gotong royong bertoleransi, menghargai hasil karya orang lain dan tahu berterima kasih.
Jika muatan kampanye saat ini lebih banyak berisi informasi saling ejek, saling serang, malah fitnah yang ada demokrasi makin porak poranda, jadi teror atas nama demokrasi karena semakin terbuka "perang udara" melalui media sosial, saling ejek dan fitnah.
Masyarakat kini semakin cerdas melihat muatan kampanye begini jadi tontonan yang bosan dan lelah, karena yang dibutuhkan oleh masyarakat formulasi kebaruan sekaligus solusi agar lebih sejahtera dan tujua bangsa tercapai.
Maka Hendaknya para tim sukses saling lempar gagasan sebagai cendikia, politisi yang ilmuwan, memaparkam ide secara deduktif abstraksi logis. Jadi lebih fokus, tahu masalahnya dan solusinya ditemukan, sehingga pesta demokrasi lebih berkualitas.
Demokrasi tidak bisa berdiri sendiri, harus ada kesadaran dari setiap diri . Menahan diri, mengendalikan diri, memperhatika nutrisi kampanye yang begini saling serang, lempar fitnah berdampak hilanglah nilai nilai demokrasi, membuat gagap, disorientasi, makin gelaplah kehidupan sosial demokrasi dan yang ada tidak ada kemenangan bagi Indonesia malah kekalahan bagi semuanya.
Perlu diingat nasehat Bung Karno tidak ada kekuasaan yang abadi pasti ada batasnya termasuk kekuasaan Presiden sekalipun, karena kekuasaan yang langgeng adalah kekuasaan yang berpihak pada rakyat , dan diatas segalanya adalah kekuasaan Tuhan Yang Maha Esa.
Azmi SyahputraKetua Asosiasi Ilmuwan Praktisi Hukum Indonesia
BERITA TERKAIT: