Dimensy.id Mobile
Dimensy.id
Apollo Solar Panel

Prestasi Minim KPK

 OLEH: <a href='https://rmol.id/about/fuad-bawazier-5'>FUAD BAWAZIER</a>
OLEH: FUAD BAWAZIER
  • Rabu, 02 Januari 2019, 21:02 WIB
Prestasi Minim KPK
Foto/Net
SUSAH dipungkiri bahwa prestasi KPK akhir-akhir ini tinggal OTT, operasi tangkap tangan. Sedangkan yang menggunakan prosedur normal (bukan OTT) praktis nol besar.

Lihat skandal-skandal besar, misalnya skandal BLBI atau Bank Century. Sudah bertahun-tahun dan bolak balik memanggil saksi-saksi tapi tetap saja jalan di tempat alias tidak kunjung ditetapkan tersangka (TSK) nya, apalagi dilimpahkan ke pengadilan.

Konon proses perkaranya, termasuk pemanggilan-pemanggilan itu hanya sebagai alat penekanan atau ancaman atau untuk bargaining atau bermotif lain. Kabarnya, selama masih bisa dimainkan, perkaranya akan digantung. Maklumlah dalam perkara yang bukan OTT, keputusan untuk menetapkan TSK memang ada di tangan komisioner KPK yang dilihat dari proses pengangkatannya memang jabatan politis.

Menjadi tidak mengherankan bila keputusan komisioner KPK dalam menetapkan status perkara atau TSK sering ditengarai bersifat politis. Bisik bisik atau issue yang beredar bahwa hasil kerja keras para penyidik di KPK bisa saja tetap "ngendon" di meja komisioner KPK.

Spekulasi lebih jauh bahwa berkas perkara itu akan dijadikan ajang 'bisnis' politis maupun komersil. Kalau betul demikian, tentulah yang bisa "berbisnis perkara" di KPK selain orang dalam KPK sendiri adalah mereka yang punya kuasa atau posisi bargaining kuat. It goes without saying, tentu kita bisa tahu maksudnya.

Awalnya keadaan KPK yang sedemikian parahnya itu membuat para penyidik yang idealis hampir frustrasi. Tetapi kelompok penyidik idealis ini konon bangkit dengan misinya memerangi korupsi dengan cara bekerja menghindari intervensi komisionernya. Caranya? Melalui OTT sehingga tidak ada lagi yang bisa "di perjualbelikan."

Komisioner KPK mau tidak mau hanya mengikuti saja alur cerita yang dipaparkan penyidiknya dalam OTT. Paling-paling komisioner ikut numpang tenar dari OTT yang dibuat anak buahnya itu, di tengah prestasi miskin komisioner KPK. Sementara pemerintah yang sebenarnya terkaget-kaget karena pejabat pejabatnya terjaring OTT KPK, mau tidak mau membusungkan dada seolah-olah melakukan pemberantasan korupsi tanpa pandang bulu.

Padahal itu kerjaan KPK, bukan pemerintah. Konon jumlah penyidik idealis dan nekad ini tidak banyak dan sering dimusuhi baik di dalam maupun di luar KPK dan acapkali mendapat serangan fisik yang mengerikan.

Novel Baswedan adalah sasaran utamanya. Mereka yang merasa terancam atau pernah berurusan dengan para penyidik idealis KPK ini diduga kuat menaruh dendam dan tidak akan pernah berhenti menghabisi Novel Baswedan dkk itu.

Apalagi kasus-kasus penyerangan terhadap para penyidik idealis ini kandas dan mereka hanya bisa berharap perlindungan Tuhan. Tidak salah ketika beberapa tahun silam seorang asing mengatakan kepada saya bahwa sulit untuk memberantas korupsi di sini  sebab Indonesia di kenal sebagai a coruption friendly country.

Semoga kita mendapat angin baru dalam memerangi korupsi atau sekurangnya pencerahan dari yang berwenang sekurangnya dari komisioner KPK.[***]

Penulis adalah tim ahli Badan Pemenangan Nasional (BPN) Prabowo-Sandiaga.

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

ARTIKEL LAINNYA