Menantikan Partisipasi Politik Masyarakat Dalam Pemilu

Jumat, 27 April 2018, 08:22 WIB
GELIAT dunia perpolitikan Indonesia, terkhusus setiap kali Pemilu akan diselenggarakan diskursus publik (termasuk perangkat penyelenggara Pemilu) selalu berputar-putar pada aspek teknis-prosedural Pemilu dan paling jauh hanya menyentuh perihal money politic, black campaign, politisasi agama, dan lain-lain.

Akhirnya aspek substansial Pemilu (makna Pemilu dalam demokrasi) terabaikan.

Aktor-aktor politik mengisi ruang tersebut dengan hal-hal yang kacau bahkan tidak sehat untuk demokrasi. Pada saat yang sama dengan tingkat literasi masyarakat sipil yang rendah, diskursus yang tidak sehat tersebut semakin mendapatkan tempatnya, konsumsi informasi yang melimpah ditera digitalisasi tanmpa diiringi dengan filter yang kuat semakin memperkeruh situasi.

Lihatlah percakapan publik akhir-akhir ini, hampir semua lini masa diisi dengan ujaran sinis, kecurigaan, bahkan kebencian, kita lebih mengedapankan sentimen dari pada akal sehat. Padahal demokrasi memberi ruang bagi setiap perbedaan untuk didialogkan.

Rasio atau akal harusnya menuntun kita dalam berdialektika bukannya dengan menyatakan ketika tidak sepaham lalu kemudian menyerang pihak lain.

Bangsa ini mulai gerah dengan kesumpekkan, dipertontonkan dengan saling serang soal hal-hal yang tidak substansial dalam berdemokrasi.

Untuk mengurangi dan mencicil agar keriuhan ataupun kesumpekan ruang diskursus publik yang tidak sehat tersebut, sudah saatnya dan harus diperkuat bahwa diskursus soal Pemilu harus bergeser, lebih menyentuh aspek persoalan kehidupan masyarakat seperti tingkat kesejahteraan, lapangan kerja yang sulit, pengangguran, korupsi, kerusakan lingkungan, pengemplang pajak dan lain-lain.

Jangan lagi setiap kali Pemilu, masyarakat hanya disuguhkan dengan debat yang tidak substansi seperti sentimen ras, suku atau agama. Jauh lebih elegan dan penting pembahasan yang menyentuh persoalan riil masyarakat.

Pemilihan kepala daerah serentak 2018 tak lama lagi, ada 171 daerah akan melangsungkan hajatan lima tahunan terdiri dari 17 provinsi, 39 kota, dan 115 kabupaten. Berdasarkan rilis KPU, 27 Juni 2018 adalah hari pemungutan dan penghitungan suara di TPS masing-masing. Dan setahun kemudian hajatan lima tahunan terbesar akan dilangsungkan pula Pemilu Legislatif dan Presiden secara serentak 2019.

Patut dinantikan apakah Pilkada 2018 dan pemilu serentak 2019 akan menjawab persoalan-persoalan masyarakat atau semakin transaksionalnya politik kita?
Itu semua tergantung pada pilihan dan keputusan politik masyarakat.

Secara prinsipil, demokrasi menghendaki partisipasi seluruh masyarakat dalam pengambilan keputusan - keputusan politik, kebijakan publik serta persamaan bagi seluruh warga negara untuk ikut menentukan agenda dan melakukan pengawasan pada jalannya pemerintahan.

Pemilu seyogianya bisa menjadi ruang reposisi strategis bagi masyarakat dalam mendorong demokratisasi Pemilu dan memperjuangkan kepentingan-kepentingannya (buruh, tani, nelayan, pemberantasan korupsi, dan lain-lain).

Sudah saatnya kelas masyarakat yang sadar dan paham mengkonsolidasikan diri untuk mengawal agenda-agenda demokrasi. Maka dalam perwujudan demokratisasi Pemilu, indikator yang paling mendasar dari keberhasilan dan kualitas pelaksanaan penyelenggaraan pemilu adalah adanya keterlibatan masyarakat secara aktif dalam proses berjalannya tahapan-tahapan Pemilu, seperti dalam hal pengawasan atau pemantauan Pemilu.

Partisipasi politik masyarakat dimaksudkan untuk memastikan bahwa pemilu berjalan di rel yang tepat.

Substansi (produk akhir) Pemilu adalah menghasilkan pemerintahan yang mampu menjalankan amanat konstitusi 'menyejahterakan masyarakat dan mewujudkan keadilan sosial' itu sebabnya dibutuhkan kecakapan memadai dan integritas yang baik guna merealisasikan itu semua.

Pemilu harus betul-betul menghasilkan pemimpin yang memahami denyut nadi persoalan masyarakat, bukan menjadi arena transaksi politik, di mana masyarakat hanya menjadi objek eksploitasi - menjadi jualan politik yang tidak memiliki visi kerakyatan.

Pada titik ini, masyarakat harus melek politik agar mampu memperjuangkan kepentingan politiknya.[***]


Muhammad Irvan Mahmud Asia

Sekjen DPP Serikat Rakyat Indonesia



Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

FOLLOW US

ARTIKEL LAINNYA