Perbedaan Kepentingan Dan Ketidakpercayaan

 OLEH: <a href='https://rmol.id/about/'></a>
OLEH:
  • Sabtu, 21 Oktober 2017, 05:09 WIB
EKONOM teknokratik yang sekolah di Amerika Serikat sangat meyakini pemikiran bahwa pembangunan nasional dan daerah perlu dimulai dengan membangun infrastruktur fisik.

Tanah di kepulauan besar dan pulau-pulau kecil dipeta-petakan. Selanjutnya tanah siap bangun tadi dikoneksikan. Minimal jalan berbatu, berbeton, atau pun beraspal untuk membuka isolasi dan memperlancar konektivitas secara cepat menggunakan pembangunan jalan bebas hambatan. Kemudian dibangun jembatan, pelabuhan laut, dan bandar udara. Dibangun transportasi umum. Dipasang sumber air, listrik, dan telekomunikasi. Setelah itu dibangun pasar, sekolah, rumah sakit, dan seterusnya termasuk urusan keamanan dan pertahanan.

Pemikiran pembangunan fisik bukanlah monopoli pemikiran barat, namun terdapat perbedaan antara pemikiran Ketimuran, Timur Tengah, dan Barat dalam prioritas pembangunan, yaitu antara lebih berorientasi sumberdaya manusia dibandingkan pembangunan infrastruktur fisik di atas. Pembangunan sumber daya manusia menggunakan politik etis berpendekatan partai politik memang pernah berhasil mendeklarasikan kemerdekaan.

Selanjutnya tuan dari perjuangan parpol adalah para Ketua Umum. Dalam proses pembentukannya, parpol mendapat amanat dari para pemilih suara. Satu orang, satu suara. Tanpa pembobotan. Pemilik suara itulah yang mencocokkan kepentingan politik antara untuk menghentikan dukungan politik, ataukah memberlanjutkan para pemegang amanat politik. Selanjutnya para vokalis dukungan politik itu direpresentasikan oleh asosiasi, perhimpunan, delegasi, ulama, buruh, guru, dan mahasiswa sebagai tuan yang mempengaruhi arah angin kemana dukungan dihembuskan.

Sekalipun lembaga Kepresidenan mempunyai Wantimpres, think thank, dan penasihat spiritual, namun proses pengambilan keputusan untuk menyelesaikan titik temu sebagai solusi atas perbedaan kepentingan politik dalam pengambilan keputusan adalah para pemimpin nasional itu sendiri. Sulit dipungkiri telah terjadi kegagalan strategi realokasi subsidi BBM dan reformulasi subsidi bantuan sosial yang digunakan untuk menata sumber pembiayaan pembangunan fisik. Namun ini justru menimbulkan penumpukan utang yang tidak terkendali.

Ketidakseimbangan program kerja pemerintah dan kelemahan dalam kepemimpinan manajemen proyek, serta ketidakpercayaan terhadap politik pencitraan tentang keberhasilan spektakuler menggunakan manuver-manuver indikator angka statistik makro dan mikro yang serba janggal dan kontradiktif itu membangkitkan demonstrasi bergelombang. Demonstrasi  yang menyuarakan ketidakcocokan lintas kepentingan, serta membesarkan ketidakpercayaan. Namun ketidakpuasan justru ditangani dengan pembubaran Ormas. Demonstrasi bahkan diyakini sebagai cikal bakal upaya “kudeta sipil”. Kegiatan demonstrasi dipandang sebagai aksi inproduktivitas.

Lainnya, laju inflasi rendah dan deflasi sekedar dibantah bukan sebagai indikasi penurunan daya beli. Pemerintah membela kepercayaannya dan membalikkannya sebagai indikator keberhasilan dibandingkan kerja aksi nyata dalam menyelesaikan masalah tersebut. Pertumbuhan ekonomi yang rendah dan kurang berkualitas menyediakan lapangan pekerjaan dan membangun kewirausahaan, dibantah sebagai pilihan pemerataan pembangunan infrastruktur fisik ke luar Jawa, pinggiran dan perbatasan. [***]

Penulis adalah peneliti INDEF dan Dosen Universitas Mercu Buana

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

FOLLOW US

ARTIKEL LAINNYA