Dunia Terus Berputar: The Clash of Life's Perspective

Trump, Duterte, Le Pen dan "Gerakan Islam Indonesia"

Kamis, 10 November 2016, 15:18 WIB
KEHIDUPAN dunia yang anda jalani hari ini tak lagi sama dengan beberapa waktu yang lalu. Begitu banyak perubahan yang terjadi dan akan terus terjadi, baik lambat maupun cepat.

Nilai-nilai kehidupan yang berkembang hari ini tak lagi sama dengan nilai-nilai yang banyak dipedomani manusia yang sama di masa lalu.

Karena hidup ini adalah tentang pergerakan. Manusia adalah mahluk yang dengan perbuatannya berhasrat untuk mencapai atau merealisasikan nilai. Aristoteles memulainya dengan mengatakan bahwa dalam semua perbuatan manusia senantiasa ada kehendak mengejar sesuatu yang baik. Nilai-nilai yang dipegang oleh setiap manusia bisa jadi sama dan bisa juga berbeda.

Dalam skala jumlah manusia yang lebih banyak dan terstruktur dalam masyarakat, maka kita mengenal istilah masyarakat Tradisional, Modern dan Post-Modern. Persamaan yang terpenting dari ketiganya adalah nilai. Ada nilai-nilai yang tidak bisa berubah sebagaimana nilai-nilai yang berada di masyarakat tradisional atau nilai-nilai yang mengubah karena perubahan zaman seperti yang dialami masyarakat modern dan Postmo. Akan tetapi, bagi kalangan pengkritik teori Postmo, bukan substansinya yang berubah tapi siklus, bisa saja kemudian orang yang hidup di struktur Postmo akan kembali memegang nilai tradisional.

Dunia hari ini pun sepertinya berlaku sama. Kemenangan Trump dalam Pemilihan Presiden Amerika Serikat 2016 bukanlah sesuatu yang mengejutkan. Dengan dukungan penuh masyarakat Republik yang dianggap konservatif, Trump melawan nilai-nilai liberal yang selama dekade terakhir mewarnai kebijakan Amerika Serikat. Begitupun di Filipina, masyarakat tak peduli lagi dengan nilai-nilai HAM, sehingga Duterte dipercaya menjadi sosok Presiden karena masyarakat percaya akan nilai lain yang lebih mendasar. Sama halnya dengan Le Pen di Perancis. Termasuk juga di Indonesia.

Saya menyebut gerakan ini Konservatif Kanan. Konservatif adalah pandangan politik yang mendukung nilai-nilai tradisional, mempertahankan tradisi dan stabilitas sosial, menghendaki perkembangan langkah demi langkah dan menentang perubahan yang radikal. Langkah ini lebih safety dan diterima banyak orang dibandingkan ekstrem kiri atau fundamentalis. Karena itu, tidak heran jika kemudian di Indonesia saya melihat banyak tokoh-tokoh NII, HTI, JI, AT, dll menggabungkan diri dengan gerakan Konservatif Kanan ini untuk mencapai tujuannya atau lebih tepatnya membonceng demokrasi yang haram tapi halal untuk dilakukan demi tujuan jangka panjang.

Konservatif Kanan ini sah dalam negara demokrasi sebagai gerakan perjuangan nilai-nilai tradisional yang banyak diyakini, baik yang bersumber dari nilai agama maupun nilai budaya/adat. Ini juga reaksi atas aksi nilai liberal yang membuat banyak manusia juga kecewa. Jika Samuel P. Hungtington menyebutnya the Clash of Civilization atau benturan kebudayaan dalam bukunya yang berjudul The Clash of Civilization and the Remaking of World Order, maka kalau boleh meminjam istilah Hungtington, saya menyebutnya the Clash of Life's Perspective atau benturan perspektif nilai-nilai yang hidup dan berkembang di masyarakat sebagai sebuah siklus kehidupan. Ini akan terjadi terus menerus sepanjang kehidupan manusia.

Sepertinya kehidupan dunia ke depan akan lebih banyak diwarnai Konservatisme Kanan sebagai penguasa negara/masyarakat dan penentu nilai kehidupan..tapi ingat ada Aksi Ada Reaksi, Ada Reaksi lagi atas Reaksi dan begitulah seterusnya.

Kegagalan umat manusia mengelola atau memanejemen perbedaan perspektif yang sekarang marak banyak terjadi akan menimbulkan konflik dan perang lokal di antara manusia bahkan dalam skala luas akan memicu munculnya Perang Dunia III.

Akhirnya saya ucapkan selamat datang Konservatisme Kanan. [***]

Husendro
Kandidat Doktor Ilmu Hukum, Program Pascasarjana FHUI 

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

FOLLOW US

ARTIKEL LAINNYA