Bapak Presiden Republik Indonesia Ir. H. Joko Widodo
di Negeri yang Tercinta
Assalamu'alaikum warahmatullahi wabarakatuhBapak Presiden yang terhormat.
Mengawali surat ini, kami selalu mendoakan yang terbaik bagi yang terbaik. Bapak Presiden adalah putra negeri terbaik dan membawa negara ke kondisi membaik. Negara yang meski terdiri dari belasan ribu pulau, tetapi tetap utuh menjadi Negara Kesatuan Republik Indonesia. Negeri yang meski majemuk suku, agama, dan rasnya, tetapi mampu dirajut dalam Bhineka Tunggal Ika.
Bapak Presiden, tanah ini sejak dulu dikenal dihuni oleh leluhur yang berkepribadian luhur. Yang mewariskan tradisi sopan santun khas Timur, tetapi belakangan ini kelihatannya mulai luntur. Belakangan ini, di tanah ini keramahan berganti kemarahan. Dan Bapak tentu paham yang kami maksud.
Beberapa hari terakhir media ramai memberitakan rencana demonstrasi 'Aksi Bela Islam II', tanggal 4 November 2016. Ratusan ribu ummat Islam dari berbagai daerah akan berkumpul di Jakarta untuk meneriakkan tuntutan yang serupa sebelumnya, "Tangkap dan Adili Ahok!".
Kami tahu Bapak Presiden tidak tinggal diam. Bukan hanya dengan menyiapkan aparat untuk memastikan demonstrasi yang damai, tetapi juga mengundang sejumlah pimpinan ormas Islam untuk meredam amarah umat.
Dan yang paling berkesan buat kami adalah saat Bapak dengan besar hati mau menyambangi rival Bapak dalam Pemilu Presiden 2014 lalu; Prabowo Subianto. Kebersamaan Bapak Presiden dan Bapak Prabowo Subianto yang bersepakat ingin menjaga keutuhan negeri ini adalah pemandangan yang langka dan menyejukkan.
Persoalannya, apakah setiap orang melihat demikian?
Kami tahu tidak setiap niat baik, ditanggapi secara baik. Dan itu respon yang kami dengar tentang pertemuan Bapak dan Bapak Prabowo. Ada beberapa hal yang menjadikan niat baik Bapak ditanggapi buruk oleh pihak yang saat ini sudah kurang menaruh kepercayaan pada Bapak.
1. Secara politik, rakyat ingat bahwa gerbong utama yang mendukung pencalonan Bapak Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) adalah gerbong yang sama dengan yang Bapak Presiden gunakan. Baik dalam pencalonan Pilkada DKI pada tahun 2012, maupun dalam pencalonan Pilpres pada tahun 2014. Ingin mengulang dan meraih kesuksesan yang sama, saat ini pun Bapak Ahok dan para pendukungnya kembali menggunakan pakaian kotak-kotak yang sama. Beruntung, bahkan nomor urut yang diperoleh pun sama.
2. Secara personal, rakyat tahu kedekatan Bapak Presiden dengan Bapak Ahok yang pernah menjadi pasangan Bapak dalam membangun DKI Jakarta tahun 2012-2014. Meski terbilang singkat, kebersamaan Bapak Presiden dan Bapak Ahok terus diangkat oleh para pendukungnya dalam kampanye berupa meme-meme yang sayangnya digunakan untuk menjatuhkan kandidat lain pada Pilkada. Dan Bapak tidak pernah angkat suara menyatakan keberatan akan persoalan itu. Efeknya, memperkuat kesan bahwa Bapak Presiden berada di pihak Bapak Ahok.
3. Secara hukum, Bapak Ahok tampak seperti
untouchable. Tidak tersentuh. Entah dari mana muncul kesan seolah-olah seseorang yang sedang ikut dalam kontestasi seperti Pilkada tidak boleh diproses secara hukum. Mungkin karena pada tahun 2015, Bapak Badrodin Haiti selaku Kapolri saat itu pernah memutuskan bahwa setiap kepala daerah yang tersangkut masalah hukum dan menjadi peserta Pilkada akan ditangguhkan proses hukumnya sampai proses Pilkada selesai. Padahal ini bukan keputusan undang-undang, melainkan hasil rapat terbatas ketika itu. Sementara kondisi saat ini, sangat berbeda dengan saat itu.
Ketiga faktor ini mengaburkan upaya baik yang Bapak lakukan, sehingga bagi mereka hal itu tidak lebih dari upaya penyelamatan anak emas yang pernah menjadi wakil Bapak saat menjabat sebagai Gubernur DKI Jakarta dua tahun lalu.
Bapak Presiden, negara ini negara hukum. UUD RI 1945, Pasal 1 ayat (3) tegas menyebutkan, "Negara Indonesia adalah negara hukum" dan rakyat tidak mempermasalahkan itu. Rakyat tahu tanpa hukum negara ini akan kembali terpecah belah. Yang tidak mereka tahu, kenapa pada sosok yang satu ini hukum tidak berjalan sebagaimana mestinya? Masihkah hukum berdiri tegak, atau mulai condong pada kelompok tertentu?
Bagi kami DKI Jakarta bukan hanya Ibukota NKRI, tetapi simbol dan miniatur Indonesia. Kehadiran ratusan ribu rakyat di DKI Jakarta bukan hanya simbol kemarahan rakyat pada pribadi Bapak Ahok, tapi juga bentuk ketidakpuasan mereka kepada proses hukum di Indonesia. Dan seluruh dunia pasti menyaksikan persitiwa itu.
Bapak Presiden, kami tidak ingin ikut-ikutan membahas kembali bagaimana Bapak Ahok selalu tak tersentuh hukum. Sejak dari kasus Sumber Waras yang sudah jelas-jelas direkomendasikan BPK, kasus reklamasi yang menggusur warga, sampai dugaan penistaan agama, tidak sekalipun ia terjerat hukum. Bahkan diproses pun tidak. Sementara sosok seperti Dahlan Iskan misalnya, dengan mudahnya ditersangkakan dan ditangkap. Rakyat juga sudah sadar tentang segala keanehan ini. Mereka tidak sebuta itu.
Mereka hanya sangat menyayangkan tidak ada sikap tegas dari presiden mereka menanggapi persoalan itu, khususnya terkait dugaan penistaan agama pada kasus Surah al-Maidah: 51.
Bapak Presiden, ini bukan persoalan agama, terbukti dari adanya saudara-saudara agama lain yang juga memberikan dukungannya pada demonstrasi 4 November. Ini juga bukan persoalan etnis, terbukti bahwa salah satu pemuka Islam populer beretnis Tionghoa, Ustadz Felix Siauw, juga akan turun aksi besok. Ini adalah persoalan ketidakpercayaan rakyat pada penegakan hukum di negara hukum.
Bapak Presiden, kami yakin Bapak juga menyadari bahwa ini bukan lagi sebatas persoalan DKI Jakarta. Apalagi hanya terkait Pilkada, sekalipun toh sebenarnya kasus ini sejak awal memang dikeluarkan Bapak Ahok dalam konteks Pilkada, sebab pernyataannya terkait dengan pemilihan dirinya. Yang akan turun ke jalan bukan hanya rakyat Jakarta, tetapi rakyat Indonesia dari beberapa daerah lainnya. Ini adalah persoalan NKRI. Karenanya, demi menjaga keutuhan NKRI kami sangat berharap Bapak Presiden bisa segera mengatasi persoalan ini.
Kami tidak ingin mempermasalahkan bagaimana posisi Bapak dalam pencalonan Ahok. Kami sama sekali tidak meragukan pengaruh Bapak bagi kemenangan Ahok, baik langsung maupun tidak langsung. Tetapi kami sangat kuatir, bahwa kasus ini juga bisa meluas dan mempengaruhi citra baik Bapak, yang telah berhasil memajukan negeri dalam 2 tahun terakhir ini. Sebab sekalipun Bapak Ahok terpilih, itu hanya akan memperpanjang perpecahan yang mulai hadir di depan mata.
Penolakan pada Bapak Ahok sudah demikian besar. Rakyat sudah tidak percaya pada penegakan hukum karena dalam banyak kasus tentangnya yang tampak hanya adanya ketidakpastian hukum. Mungkin akan lebih baik jika Bapak Presiden bisa mengambil langkah penyelamatan, kepada negara secara umum dan Bapak Ahok secara pribadi.
Jutaan rakyat menanti pernyataan terbuka bahwa Bapak Presiden tidak menganakemaskan seseorang, dan mengabaikan luka hati ratusan ribu orang. Jika tidak, bukan mustahil antipati masyarakat sangat mungkin akan meluas kepada pribadi Bapak, dan ini efeknya akan jauh lebih buruk bagi stabilitas negara. Khususnya pandangan negara-negara lain tentang kondisi keamanan NKRI.
Mengatasi ini Bapak Presiden tidak perlu menggunakan hak diskresi, sekalipun sebagai presiden Bapak memiliki kewenangan itu dalam UU Nomor 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan. Konfrensi pers menanggapi situasi ini sudah lebih dari cukup.
Selain itu, mungkin juga akan lebih baik jika Bapak Presiden menyadarkan Bapak Ahok bahwa rakyat tidak lagi mempercayainya, serta menyarankan padanya untuk memilih jalan yang lebih terhormat bagi keutuhan bangsa. Memaksakan diri, hanya akan menoreh luka semakin dalam.
Kami yakin di balik ketegasan yang seringkali disalahtafsirkan sebagai kekasaran, ada sikap kenegarawanan pada diri Bapak Ahok. Bapak Ahok tentu lebih mengutamakan kepentingan rakyat banyak, ketimbang kepentingan pribadi. Dan untuk mengingatkan Bapak Ahok tentang hal tersebut, juga dibutuhkan masukan dari seorang negarawan seperti Bapak Presiden.
Sebagai anak bangsa, kami berharap besar Bapak Presiden bisa benar-benar melakukan Revolusi Mental, bukan revolusi "mental" yang terlempar karena ditolak rakyat dimana-mana.
Semoga Nawacita, bagi rakyat tetap bisa memberi harapan dan sukacita. Jangan berujung dukacita.
[***]Kuntum Khairu Basa
Ketua Umum Garda Rajawali Perindo (GRIND)