Demokratisasi Ke Arah Mana

Rabu, 26 Oktober 2016, 06:16 WIB
PENGAMBILAN nomor urut pasangan Pilkada DKI Jakarta semalam mengingatkan kembali tentang pemilihan secara langsung. Pemilihan sebagai instrumen politik untuk memperbaiki kualitas pembangunan di tingkat daerah. Juga Pilpres untuk perbaikan di tingkat nasional.

Perubahan arah politik sejak tahun 1998 diyakini berdampak pada perekonomian. Sekarang kembali penting untuk dipertanyakan apakah demokratisasi di bidang politik, yang diperkenalkan menggunakan pemilihan secara langsung itu berada pada jalur pembangunan perekonomian yang kita harapkan?

Ekonom Barat kebanyakan mengharapkan peningkatan investasi dibandingkan kebergantungan perekonomian pada struktur pengeluaran konsumsi. Dengan perjalanan waktu memang telah terjadi perubahan struktur yang membuat investasi naik. Investasi yang berperan sebesar 20,96 persen terhadap Produk Domestik Bruto Indonesia harga berlaku tahun 2000 kemudian meningkat menjadi 32,45 persen kuartal II tahun 2016.

Sementara itu pengeluaran konsumsi rumah tangga yang semula sangat dominan sebesar 67,71 persen tahun 2000, berhasil diperbaiki menjadi 55,23 persen kuartal II tahun 2016.

Akan tetapi persoalan kemudian timbul. Demokrasi ekonomi yang semula dipandang liberal itu ternyata gagal menghasilkan peran pemerintah yang diharapkan semakin kecil. Yang terjadi justru peran Ekonomi Negara dinaikkan. Apabila pada periode yang sama di atas itu peran pengeluaran konsumsi pemerintah semula sebesar 7,06 persen, kemudian peran tersebut naik menjadi 9,44 persen terhadap PDB.

Apabila aliran Ekonomi Politik Baru menginginkan adanya pemisahan antara Negara dengan pengusaha, namun yang terjadi di Indonesia adalah pengusaha beramai-ramai masuk dunia politik. Kemudian beramai-ramai masuk ke dalam pemerintahan melalui jalur kepartaian dan professional. Dalam pengembangan sistem demokrasi yang seperti ini memang memungkinkan jalur karier di pemerintahan dimasuki dari non karier yang bersumber eksternal organisasi.

Kalau dari besaran angka, sesungguhnya tidak tampak adanya perubahan struktur peran pemerintah yang besar. Perubahan peran itu hanyalah sebesar 2,38 persen dalam 16 tahun terakhir. Akan tetapi perubahan politik pemilihan secara langsung itu bukan hanya menimbulkan eksodus kalangan pengusaha masuk ke dalam sistem pemerintahan, melainkan juga diikuti oleh fenomena perubahan orientasi dari strategi penguatan ekspor ke pasar domestik. Itu ditunjukkan oleh penurunan peran ekspor dalam struktur PDB.

Ekspor barang dan jasa yang semula berperan sebesar 42,35 persen tahun 2000 telah menurun drastis menjadi 18,88 persen kuartal II tahun 2016. Eksodus para entrepreneur ke lembaga partai politik, legislatif, dan eksekutif telah menurunkan kemampuan ekspor Indonesia. Pelemahan ekspor itu membuat arah ekonomi politik berubah dari orientasi pasar internasional menjadi politik kedaulatan dan kemandirian, yang kembali mengutamakan penguatan pasar domestik. Sebuah penguatan orientasi ke dalam negeri. [***]

Sugiyono Madelan
Peneliti INDEF dan dosen Universitas Mercu Buana.

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

FOLLOW US

ARTIKEL LAINNYA