Tingginya angka kerusakan ekosistem pesisir seperti ekosistem mangrove, membuat KKP mencangkan salah satu program prioritasnya yaitu rehabilitasi kawasan pesisir melalui penanaman mangrove.
Menurut publikasi hasil penelitian Badan Survey Geologi Amerika Serikat (USGS) di jurnal Global Ecology and Biogeography pada tahun 2012 di ketahui bahwa mangrove ekosistem yang ada di wilayah Indonesia adalah yang terluas di dunia yakni 3,11 juta Ha atau 22,6 persen dari luas mangrove ekosistem secara global.
Hasil estimasi ini di peroleh berdasarkan data citra satelite Lansat. Masih dalam publikasi yang sama di peroleh informasi bahwa laju rata-rata degradasi ekosistem mangrove di Indonesia adalah sebesar 0,3 persen atau sekitar 9330 Ha setiap tahunnya.
Hal ini di karenakan alih fungsi lahan kawasan mangrove menjadi perkebunan, tambak ikan, pertambangan atau pembangunan infrastruktur.
Untuk merehabilitasi kawasan mangrove tersebut, KKP berencana menanam 4 juta bibit mangrove pada tahun 2016.
Namun jumlah tersebut di rasa sangat kurang, jika tiap satu meter persegi lahan di tanami satu bibit mangrove, maka dengan 4 juta bibit tersebut hanya mampu merehabilitasi lahan mangrove seluas 4 juta meter persegi atau sama dengan 400 hektar saja pada tahun 2016.
Jumlah tersebut hanya mampu mengurangi laju degradasi ekosistem mangrove sekitar 4,3 persen dari rata-rata degradasi tahunan 9330 Ha.
Solusi Ke Depan Alih fungsi lahan mangrove dapat di kurangi dengan mengurangi izin alih fungsi lahan dan pemanfaatan lahan secara berkelanjutan terutama untuk perkebunan dan tambak ikan.
Di samping itu pemerintah perlu menambah jumlah bibit mangrove untuk ditanam serta melibatkan seluruh stakeholder pemerhati mangrove baik dari pemerintah pusat, daerah atau lembaga swadaya masyarakat serta masyarakat setempat. Sehingga rehabilitasi kawasan pesisir dapat berlangsung lebih baik dan ekosistem mangrove dapat pulih lebih cepat.
[***] Penulis adalah peneliti pada Pusat Litbang Sumberdaya Laut dan Pesisir, Badan Litbang Kelautan dan Perikanan.