Tebang Pilih KPK

Jumat, 30 Januari 2015, 11:27 WIB
ADA ribuan kasus korupsi yang masuk ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) sedangkan kemampuan KPK menyelesaikan kasus setahun hanya sekitar 40 sampai 50 kasus. Dengan kondisi demikian, potensi tidak diselesaikanya sebuah kasus dalam tanda kutip sangat tinggi. Atau potensi dipilihnya kasus - kasus tertentu untuk diselesaikan juga sangat tinggi.

Posisi kasus tersebut ada di bagian pengaduan atau pada tahap penyelidikan. Maka waspadailah tahap ini. Salah satu petinggi KPK keceplosan mengatakan bahwa pada tahap ini kasus masih dapat dibantu. Potensi pilih tebang sangat tinggi mulai dari tahap ini.

KPK di bawah komando Abraham Samad dan Bambang Widjoyanto begitu gencar dalam memberantas korupsi, tidak kurang mulai dari ketua Mahkamah Konstitusi, Menteri aktif, Jenderal Polisi aktif, anggota DPR RI aktif, Ketua Partai yang sedang berkuasa, Gubernur Bupati / Walikota  masuk dalam jerat KPK.

Namun demikian sepak terjang KPK meninggalkan pekerjaan rumah tersendiri, penetapan tersangka bagi orang yang diduga korupsi dibiarkan berlarut-larut. Lihat saja mantan menteri agama Suryadharma Ali, mantan menteri ESDM JeroWacik, mantan ketua BPK Hadi Pornomo yang ditetapkan sebagi tersangka ketika sedang selamatan memasuki masa pensiun di kantornya. Lantas, mantan walikota Makasar Ilham Sirajudin ditetapkan jadi tersangka ketika sedang serah terima jabatan, mantan anggota DPRRI Sutan Bhatoegana ditetapkan jaadi tersangka lalu berbulan-bulan kemudian baru rumahnya di Bogor yang kosong digeledah KPK.

Andi Malarangeng ditetapkan tersangka lalu diproses setahun kemudian. Bocornya sprindik Anas Urbaningrum sebelum ditetapkan sebagai tersangka

Kondisi di atas telah menimbulkan ketidakpastian hukum bagi tersangka secara berlarut larut dan azaz praduga tak bersalah seperti tidak berlaku karena para tersangka langsung mendapat hukuman sosial dari masyarakat, tidak bisa bekerja, rekening diblokir bahkan sampai ke rekening anak yang jumlahnya hanya 1-2 juta. Sehingga dengan demikian menetapkan seseorang sebagai tersangka dan membiarkan status hukumya tidak jelas berlarut-larut sebetulnya merupakan pelanggaran HAM.

Mengenai saksi-saksi yang dipanggil KPK untuk dimintai keterangan ternyata tidak semuanya hadir. Ada beberapa saksi penting yang sudah dipanggil KPK beberapa kali tapi tetap tidak datang. Tidak ada pemanggilan paksa. Bukti terlampir. Dengan demikian mengenai saksi-saksi ini kami mengira bahwa saksi-saksi bisa dipilih dan dilindungi oleh pihak - pihak tertentu.

Mengenai penyuap, kalau dilihat dari kasus Akil Muktar, maka dari begitu besarnya korupsi yang didakwakan kepada Akil berarti banyak juga pelaku suap. Namun pelaku suap yang proses di KPK hanya segelintir orang. Setelah pelaku utama divonis pelaku suap lainnya bebas berkeliaran. Ambil contoh pelaku suap Pilkada Morotai, Syahrin Hamid, mantan komisi III DPR RI, di mana ketua tim pengacaranya saudara BW. Pelaku suap  masih berkeliaran Jadi KPK tidak bekerja dengan tuntas.

Mengenai pelanggaran etis, kita mendengar saudara Abraham Samad menemui Anas Urbaningrum minta dukungan sebelum menjadi ketua KPK. Sprindik Anas bocor, ada informasi Abraham ketemu Jokowi di bandara Jogyakarta dalam rangka Pilpres, ada lagi pengakuan Hasto, Plt Sekjen PDIP yang dirilis baru-baru ini. Persoalan-persoalan ini tidak ada lembaga lain yang bisa  masuk menyelesaikannya, hanya mekanisme internal KPK digunakan untuk menyelesaikan seolah-olah KPK adalah lembaga orang-orang suci. Kalau mereka salah diperbaiki tapi kalau orang di luar lembaga tersebut salah maka ditetapkan tersangka, tanpa ampun.

Bagaimana pun pimpinan dan semua yang terlibat di KPK adalah masusia biasa. Membiarkan kekuasan besar dipegang oleh seseorang tanpa kontrol memadai maka sudah dapat diperkirakan akan terjadi penyalahgunaan kekuasaan di lembaga tersebut.[***]


Akhmad Ernawan
Forum Kajian Kebijakan Publik Jawa Tengah


Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

FOLLOW US

ARTIKEL LAINNYA