Sebagai organisasi yang memperjuangkan terwujudnya masyarakat inklusif dimana orang tunanetra dapat berpartisipasi penuh atas dasar kesetaraan, Pertuni senantiasa melakukan advokasi guna memastikan orang tunanetra mendapatkan hak asasinya sebagai warga negara dan mencegah berlakunya peraturan perundang-undangan yang diskriminatif terhadap orang tunanetra
Pagi kemarin, tanggal 31 Juli 2013, sekitar pukul 7:25 WIB kami mendapatkan pengaduan via telepon tentang perlakuan diskriminatif yang diterima salah satu penumpang Sriwijaya Air yang kebetulan adalah seorang Tunanetra dengan detail sebagai berikut:
- Passanger’s name: Sdr. Deny Yen Martin Rahman
- Flight detail: SJ 268, Jakarta-Surabaya
- Pilot in charge: Kapten Pery
- Cabin crew in charge (cabin 1): Sdr. Yolanda
- Deputy in charge: Sdr. Henry
- Staff service in charge: Sdr. Fahmi
Bagi Deny, ini bukan pertama kalinya ia bepergian sendiri dan bukan pertama kalinya pula menggunakan jasa Sriwijaya air (Repeater Passager). Namun kali ini Deny diturunkan kembali dari kabin pesawat karena Pilot yang bertugas, Kapten Pery, menolak untuk menerbangkan pesawat pada saat ia mengetahui Deny tidak memiliki pendamping. Kapten Pery memberi alasan bahwa hal tersebut bertentangan dengan peraturan yang sekarang berlaku.
Sepanjang yang kami ketahui, Undang-undang RI nomor 1 tentang Penerbangan telah mengakomodir akses layanan penerbangan bagi Penyandang Disabilitas/Cacat. Dan sepanjang yang kami ketahui pula, Sriwijaya Air telah mencetak Panduan Keselamatan Penerbangan dalam format Braille agar informasi tersebut dapat secara mandiri diakses oleh Tunanetra, sehingga kami berkesimpulan bahwa tidak ada kebijaksanaan atau peraturan di lingkungan Sriwijaya Air yang tidak memperbolehkan tunanetra terbang tanpa pendamping.
Untuk itu, kami meminta klarifikasi lebih lanjut dari pihak Sriwijaya Air dan kami minta agar Kapten Pery diberi tindakan tegas berkaitan perlakuan diskriminatifnya hingga melanggar Hak Tunanetra atas kebebasannya untuk bermobilitas secara mandiri dengan akses layanan khusus dari penyelenggara layanan publik.
Kami pun mendesak secara tegas agar Kapten Pery menyampaikan permintaan maaf melalui media massa, karena secara tidak langsung telah melecehkan hak dan martabat para Tunanetra Indonesia pada umumnya.
Ketua Umum Persatuan Tunanetra Indonesia
Dr. Didi Tarsidi