Direktur Eksekutif ToBe Institute, Mochamad Imamudinussalam berpandangan bahwa semua pihak perlu melihat secara objektif agar tidak terjebak pada penilaian sepihak terhadap sejarah bangsa.
Sebab, kata Imam, Soeharto adalah bagian penting dari perjalanan republik ini, dengan jasa yang nyata dan kontribusi besar terhadap pembangunan nasional.
Dengan begitu, ia mengajak masyarakat agar tidak hanya menyoroti sisi gelap masa pemerintahannya saja.
“Kita harus membaca sejarah dengan kepala dingin dan perspektif utuh,” ujar Imam kepada wartawan Jakarta, Sabtu, 8 November 2025.
Imam menjelaskan, konteks kepemimpinan Soeharto tidak bisa dilepaskan dari situasi geopolitik yang sarat ancaman pada masa itu. Indonesia baru keluar dari konflik ideologis dan menghadapi risiko disintegrasi nasional.
Ia menyebut pasca-kemerdekaan, Soeharto juga dianggap dekat dengan Jenderal Sudirman dan berperan dalam mempertahankan Yogyakarta, memimpin operasi penumpasan G30S/PKI, hingga menjalankan mandat Supersemar.
“Kebijakan-kebijakan yang dianggap keras harus dilihat dalam bingkai keamanan negara, bukan semata dari kacamata masa kini yang damai,” tegas dia.
Menurut Imam, soal pelanggaran HAM pada masa lalu tetap harus dijadikan pelajaran sejarah, namun hal itu tidak serta-merta menghapus jasa besar seorang tokoh terhadap bangsa.
“Kita tidak bisa menulis ulang sejarah dengan menghapus kontribusi yang terbukti mengangkat Indonesia dari krisis menuju stabilitas. Apalagi beliau adalah Presiden kedua RI,” pungkasnya.
BERITA TERKAIT: