Direktur Eksekutif IMC Yerikho Alfredo Manurung menyoroti pasal-pasal di RUU KUHAP terkait pemberian rekomendasi khusus ‘Collaborative Functional System’ yang menekankan pada sinkronisasi dan kolaborasi antara Kepolisian dan Kejaksaan.
Menurut dia, penetapan tersangka harus melalui mekanisme yang lebih jelas untuk menghindari larutnya proses hukum dan bolak-baliknya berkas antara Kepolisian dengan Kejaksaan.
“Koordinasi antara penyidik dan penuntut umum harus diperkuat agar proses penegakan hukum lebih efisien,” kata Yerikho.
Selain itu, IMC juga menyoroti hal-hal lainnya yang berkaitan dengan penyadapan, upaya paksa, hingga penguatan peran penasehat hukum kepada Komisi III dalam RUU KUHAP.
Lanjut Yerikho, lembaga-lembaga pengawas, seperti Komisi Kepolisian Nasional (Kompolnas) dan Komisi Kejaksaan (Komjak), harus dilibatkan lebih maksimal dalam penyelesaian perkara-perkara tertentu.
“(Itu) bisa dicantumkan pada draf RKUHAP soal kewenangan dan kewajibannya,” bebernya.
Lebih jauh, IMC menyampaikan apresiasi kepada Komisi III DPR yang membuka ruang partisipasi publik dalam pembahasan undang-undang.
Dengan melibatkan publik, sambung dia, DPR memastikan proses legislasi berjalan inklusif dan mampu menjawab kebutuhan keadilan masyarakat, terutama memberikan masukan atas pasal-pasal yang dianggap krusial.
“Pada Bulan Agustus lalu kami telah menyampaikan Surat Kepada Pimpinan DPR RI dengan tembusan Ketua Komisi III. Kami menyampaikan untuk diadakan Rapat Dengar Pendapat, dan memberikan pandangan dan usulan atau konfirmasi terhadap rancangan KUHAP yang kami telah pegang,” pungkasnya.
BERITA TERKAIT: