Hal ini menyusul polemik kebijakan yang mewajibkan SPBU swasta membeli pasokan BBM dari Pertamina, alih-alih diberikan ruang untuk melakukan impor langsung.
"Kita memahami bahwa energi adalah sektor strategis dan negara harus hadir. Tetapi perlindungan yang terlalu berlebihan justru membuat Pertamina manja, sekaligus merugikan masyarakat dan menghambat persaingan sehat,” tegas Mulyanto seperti dikutip redaksi di Jakarta, Minggu, 21 September 2025.
Menurutnya, kebijakan ini berpotensi menimbulkan beberapa masalah serius yang utama adalah harga BBM non subsidi di SPBU swasta berpotensi lebih mahal karena ada margin tambahan dari Pertamina sebagai pemasok tunggal.
Selain itu, Mulyanto memandang publik merasa tidak percaya lagi dengan Pertamina semenjak terjadinya minyak oplosan.
"Kepercayaan publik terhadap Pertamina semakin tergerus, terutama setelah muncul kasus dugaan “Pertamax oplosan”, yang menyebabkan sebagian pengguna BBM non-subsidi meninggalkan SPBU Pertamina dan beralih ke SPBU swasta," katanya.
Ia menambahkan risiko monopoli terselubung yang bertentangan dengan prinsip keterbukaan pasar dan dapat bertabrakan dengan aturan persaingan usaha, seperti yang diungkap KPPU.
“Kebijakan energi tidak boleh hanya melindungi BUMN, kalau ujung-ujungnya membuat konsumen menjadi korban karena harga mahal dan pilihan terbatas,” tutupnya.
BERITA TERKAIT: