Legislator Partai Keadilan Sejahtera itu memandang bahwa diplomasi dagang Indonesia yang dilakukan beberapa waktu lalu bukan gagal, melainkan belum optimal dalam proses negosiasi.
Ia berharap Indonesia tidak terjebak dalam pola memberi konsesi tanpa jaminan, mengingat terlihat jelas bahwa AS sejatinya menggunakan tarif sebagai alat geopolitik, bukan semata-mata alat ekonomi.
“Indonesia harus lebih cerdik dalam bernegosiasi, tidak hanya menawarkan konsesi ekonomi, tetapi juga memastikan adanya jaminan pembukaan pasar AS dan perlindungan terhadap kedaulatan regulasi,” katanya seperti dikutip redaksi melalui keterangan tertulis, Jumat, 11 Juli 2025.
Pemberlakuan tarif ini bisa menjadi preseden buruk, di mana Indonesia dipaksa terus memberi, sementara AS tetap memegang kendali.
Karena itu, Wakil Rakyat dari Jatim IV tersebut menegaskan pentingnya pendekatan baru yang mengutamakan kedaulatan nasional dan kepastian timbal balik dalam setiap negosiasi.
“Negosiasi sejauh ini terkesan menunjukkan kita memberikan banyak konsesi tanpa mendapatkan jaminan timbal balik yang setara. Saatnya kita mengubah pola ini,” tegas Amin Ak.
Amin mengakui bahwa kebijakan tarif tinggi AS ini bisa berdampak serius pada berbagai sektor ekonomi Indonesia. Padahal, selama ini neraca perdagangan Indonesia-AS menunjukkan surplus yang cukup besar, mencapai US$16 miliar pada tahun 2024.
“Ini bukan sekadar persoalan angka, tetapi menyangkut hajat hidup jutaan pekerja dan keluarganya,” ujar Amin Ak.
Untuk menghadapi situasi ini, Amin Ak mengusulkan langkah-langkah konkret. Dalam jangka pendek, pemerintah perlu segera melakukan diversifikasi pasar ekspor ke kawasan Uni Eropa dan Asia Tengah, serta memberikan insentif fiskal temporer bagi industri yang terdampak.
“Idealnya kita tidak boleh terus bergantung pada satu pasar. Diversifikasi adalah kunci ketahanan ekonomi,” jelasnya.
Untuk jangka menengah, penguatan industri hilir harus menjadi prioritas agar Indonesia tidak hanya menjadi pengekspor bahan mentah.
Sedangkan dalam jangka panjang, Amin Ak menekankan perlunya revisi terhadap kerangka hukum perdagangan internasional Indonesia.
“Kita butuh sistem yang lebih tangguh, termasuk early warning system untuk mengantisipasi berbagai kebijakan proteksionisme dari negara lain,” tukasnya.
Maka dari itu, Amin Ak meminta tim yang dibentuk Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian menerapkan diplomasi efektif yang memadukan keluwesan dengan keteguhan prinsip kedaulatan dalam negosiasi dengan pihak Amerika Serikat.
Hal itu sejalan dengan Asta Cita Presiden Prabowo Subianto, bahwa diplomasi Indonesia termasuk di bidang ekonomi difokuskan untuk mendukung pencapaian Asta Cita dengan memperkuat ketahanan nasional, kemandirian, dan kedaulatan negara.
BERITA TERKAIT: