Legislator dari Fraksi Partai Golkar ini berpendapat bahwa dalam RUU Penyiaran perlu kehati-hatian dalam penyusunannya agar tidak ada tumpang tindih antar lembaga dalam pengawasan maupun penindakannya.
“Dari teman-teman pers ada yang mengatakan kepada kami bahwa ini yang ditakutkan nanti tumpang tindih. Kewenangan antara dewan pers dan KPI mana dulu ini yang menyatakan ada pelanggaran etik, apakah dewan pers ataukah KPI. Begitu pula dengan juga platform digital OTT dan lain-lain. Kita juga enggak mau ada tumpang tindih antara KPI dan Komdigi,” kata Abraham dalam diskusi Forum Legislasi DPR RI, dengan tema Menjawab Tantangan Era Digital Lewat Rancangan UU Penyiaran Baru, Gedung Nusantara I, Komplek DPR RI, Senayan, Selasa, 17 Juni 2025.
“Kenapa? Komdigi juga punya direktorat pengawasan ruang digital,” sambungnya.
Ia menambahkan, jika mengacu pada penjelasan atau definisi penyiaran, maka penyiaran itu secara serentak melalui gelombang radio frekuensi dan OTT merupakan hal yang berbeda.
“Ini dua hal yang berbeda, teman-teman. Makanya kemarin pada waktu kami rapat. kami menyatakan terkait dengan definisi ini adalah sesuatu yang sangat krusial. Kalau misalnya penyiaran ini definisinya diganti, berarti KPI punya kewenangan untuk mengawasi terkait dengan penyiaran. Pertanyaannya terus buat apa ada Komdigi,” ucapnya.
Selain itu, lanjut Abraham, kedua kewenangan tersebut, akan menjadi super power karena seluruh platform media sosial bagian dari penyiaran. Maka dari itu ia menyarankan agar RUU Penyiaran mengatur soal TV Konvensional dan OTT bukan masuk ke dalam RUU Penyiaran.
“Ini pendapat saya pribadi apabila memang terkait dengan lain-lain mau diatur seharusnya itu undang-undang terpisah seharusnya,” ujarnya.
Menurutnya, RUU Penyiaran ini perlu diselesaikan dengan baik tujuannya untuk melakukan pengawasan terhadap TV konvensional dan juga terkait dengan platform penyiaran lainnya seperti Netflix dan lainnya dibuat aturan baru lagi.
“Terkait dengan OTT, Netflix dan lain-lain diatur lagi dengan undang-undang yang berbeda itu yang menurut pendapat saya. Namun teman-teman konvensional mengatakan dengan segala keresahan mereka terhadap kondisi yang sekarang, apakah bisa dimasukkan karena ada juga teman-teman yang mengatakan dari masyarakat (bahwa) streaming isi konten yang ada di dalam netflix dan lain-lain itu terlalu vulgar. Ada yang vulgar nggak disensor dan lain-lain itu membahayakan,” tutupnya.
BERITA TERKAIT: