Hal ini ditegaskan Kuasa Hukum PT Telkom Indonesia, Juniver Girsang, saat jumpa pers di kawasan Senopati, Jakarta Selatan, Jumat, 16 Mei 2025.
"Perlu ditekankan bahwa kasus ini terjadi pada 2016 hingga 2018. Sementara jajaran direksi saat itu menjabat sejak 2019, jadi tidak ada keterlibatan dalam kasus yang diselidiki Kejati Jakarta," ungkap Juniver.
Dugaan korupsi tersebut ditaksir merugikan negara hingga Rp413 miliar. Ada sembilan orang yang telah ditetapkan sebagai tersangka. Tiga di antaranya adalah pejabat di PT Telkom Indonesia dan anak usahanya. Sisanya merupakan tersangka dari pihak swasta.
Perkara ini merupakan hasil audit internal Telkom yang kemudian diserahkan ke penyidik Jaksa Agung Muda Bidang Tindak Pidana Khusus atau Jampidsus Kejaksaan Agung.
Sebelum ditangani oleh penyidik Kejati Jakarta, kasus ini memang ditangani oleh Kejaksaan Agung. Kemudian dilimpahkan perkaranya ke Kejati Jakarta.
Juniver juga menegaskan bahwa setelah audit internal, Telkom langsung menjatuhkan sanksi kepada staf yang terbukti melakukan penyimpangan.
"Kalau ada informasi yang menyebut direksi Telkom melakukan pembiaran, itu tidak benar," tegasnya.
Senior Vice President Group Sustainability and Corporate Communication Telkom Indonesia Ahmad Reza menambahkan, proses hukum di Kejati tidak berdampak langsung terhadap pergerakan harga saham perseroan.
"(Dugaan kasus korupsi) tidak berdampak langsung terhadap harga saham, tapi ini lebih ke arah image korporasi," kata Reza.
Ada empat anak perusahaan Telkom Indonesia yang disidik jaksa, yakni PT Infomedia, PT Telkominfra, PT Pins dan PT Graha Sarana Duta. Menurut Reza, penyidikan tersebut berkaitan dengan salah satu divisi di Telkom yang terjadi pada periode 2016-2018.
Kerja sama seputar pengadaan barang yang sejatinya tidak pernah ada, namun dibuat-dibuat demi mencairkan uang dari PT Telkom Indonesia. Total ada sembilan proyek fiktif dengan perusahaan yang berbeda. Nilai proyeknya mulai dari Rp64,4 miliar hingga Rp114,9 miliar.
BERITA TERKAIT: