Co-Founder Institute for Security and Strategic Studies (ISSES) Khairul Fahmi berpendapat BIN harus tetap berfungsi menjadi lembaga sipil yang profesional dalam menyelenggarakan aktivitas intelijen negara.
Hal ini diperlukan, lantaran BIN merupakan alat strategis negara dalam melayani kepentingan nasional secara luas bukan dalam kepentingan institusi yang menjadi latar belakang pemimpinnya atau aparatur di dalamnya.
“Hubungan ini penting karena tadi status BIN lembaga sipil. Meskipun Pak Herindra dari militer, beliau bisa menjaga keseimbangan sipil militer,” kata Khairul Fahmi kepada Kantor Berita Politik dan Ekonomi RMOL, Rabu, 8 Januari 2025.
Terkait kepemimpinan BIN sebelumnya yang dianggap sebagian masyarakat kurang apik dalam menjalani rahasia negara, Khairul Fahmi menilai adanya pengaruh visi misi dari latar belakang kepala BIN itu sendiri.
“Persoalannya soal latar belakang itu mempengaruhi visi misi seorang pimpinan. Kebetulan dulu Pak BG (Budi Gunawan) latar belakangnya Polri, lebih cenderung konsen kepada hal-hal yang berkaitan dengan aspek keamanan masyarakat,” ucapnya.
“Sementara Pak Herindra, latar belakangnya TNI itu mempengaruhi visi misinya cenderung pada bagaimana intelijen negara pada upaya-upaya keamanan negara, kedaulatan, keutuhan wilayah, kira-kira yang menjadi perbedaan latar belakang tadi,” sambungnya.
Ia menyayangkan saat ini Indonesia belum punya pimpinan BIN dari kalangan sipil, sehingga penilaian terhadap kinerja BIN saat ini hanya sebatas dua institusi itu saja. Padahal, BIN sebagai lembaga sipil sebetulnya bisa dipimpin oleh kalangan independen.
“Kita belum tahun BIN dipimpin sipil bagaimana, ini yang perlu digarisbawahi bagaimana BIN ini lembaga pemerintahan lembaga sipil seharusnya bisa berfungsi sebagai lembaga sipil yang profesional ada dari TNI dan Polri,” tutupnya.
BERITA TERKAIT: