"Pernyataan Pramono Anung kebablasan dan bertentangan dengan amanat konstitusi terkait sistem pendidikan nasional dan kebudayaan," kata Koordinator Poros DKJ, Hasan Assegaf kepada
Kantor Berita Ekonomi dan Politik RMOL, Kamis (3/10.
Hasan menegaskan bahwa Program Magrib Mengaji bukanlah politisasi agama, namun selaras dengan amanat UUD 1945, Bab XIII tentang Pendidikan dan Kebudayaan, terutama Pasal 31 ayat 3 dan 5.
(3) "Pemerintah mengusahakan dan menyelenggarakan satu sistem pendidikan nasional, yang meningkatkan keimanan dan ketakwaan serta akhlak mulia dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, yang diatur dalam Undang-undang."
(5) "Pemerintah memajukan ilmu pengetahuan dan teknologi dengan menjunjung tinggi nilai-nilai agama dan persatuan bangsa untuk memajukan peradaban serta kesejahteraan umat manusia."
Hasan mengatakan, Pilkada Jakarta 2024 sepatutnya dijadikan momentum untuk mencerdaskan masyarakat, sehingga calon gubernur harus mampu membedakan mana politisasi agama dan mana program pendidikan keagamaan untuk pembangunan sumber daya manusia.
"Pramono Anung sepertinya risih dengan program pendidikan nilai-nilai agama Islam untuk dijadikan program unggulan Pemprov Jakarta," kata Hasan.
Hasan melihat gagasan program Magrib Mengaji Ridwan Kamil merupakan pelaksanaan dari amanah konstitusi yang diterjemahkan ke dalam peraturan daerah sebagai usaha pemerintah untuk meningkatkan literasi pengetahuan membaca Al-Qur'an.
"Tujuannya adalah membentuk iman, takwa serta akhlak siswa-siswi muslim di Jakarta dengan melibatkan peran serta guru mengaji yang akan ditingkatkan kesejahteraannya," kata Hasan.
Program tersebut juga dapat mencegah remaja tidak terjerumus perbuatan negatif, seperti konsumsi minuman keras, judi online, narkoba, tawuran dan kenakalan remaja lainnya.
"Dengan program Magrib Mengaji diharapkan ke depan lahir sebuah generasi muda baru Jakarta yang tumbuh dan berkembang dengan nilai-nilai yang berakhlak dan maju," demikian Hasan.
BERITA TERKAIT: