Kisruh ini bermula saat diselenggarakan Musyawarah Nasional Luar Biasa (Munaslub) yang menetapkan Anindya Bakrie sebagai ketua umum. Anindya merupakan anak mantan Ketua Umum Golkar Aburizal Bakrie.
Munaslub itu dianggap ilegal oleh Ketua Umum Kadin periode 2021-2026 Arsjad Rasjid.
Menurut pandangan Anggota DPD RI, Jimly Asshiddiqie, konflik Kadin bukan kali pertama kali terjadi.
Sebelumnya Kadin mengalami perpecahan di tingkat pengurus, serupa dengan yang pernah terjadi pada Perhimpunan Advokat Indonesia (Peradi).
"Kadin berkali-kali konflik dualisme pengurus. Peradi juga pecah belah karena pribadi, duit atau politik," kata Jimly seperti dikutip redaksi melalui akun X miliknya, Rabu (18/9).
Mantan Hakim Mahkamah Konstitusi (MK) itu menggarisbawahi, baik Kadin maupun Peradi bukanlah organisasi kemasyarakatan (ormas) ataupun organisasi usaha biasa.
Keduanya adalah lembaga publik yang dibentuk berdasarkan Undang-Undang (UU), yang membawa mandat untuk melayani kepentingan publik, bukan hanya kelompok tertentu.
Dalam konteks ini, Jimly menegaskan konflik di tubuh Kadin dapat menjadi momentum untuk mendorong lahirnya peraturan yang lebih tegas, khususnya UU yang melarang rangkap jabatan serta menghindari konflik kepentingan antara dunia politik dan bisnis.
"Maka konflik Kadin momentum buat UU larangan rangkap jabatan dan konflik kepentingan antara politik dan bisnis," kata Jimly Asshiddiqie.
Rangkap jabatan, terutama ketika melibatkan kepentingan bisnis dan politik, membuka peluang besar bagi terjadinya konflik kepentingan.
Kondisi ini berpotensi menghambat kerja profesional lembaga-lembaga publik yang seharusnya bebas dari campur tangan kepentingan kelompok tertentu demi menjaga netralitas dan objektivitas.
Momentum ini harus dimanfaatkan untuk memperkuat akuntabilitas dan transparansi dalam kepemimpinan di berbagai lembaga publik.
BERITA TERKAIT: