Dimensy.id Mobile
Dimensy.id
Apollo Solar Panel

Realisasi APBN 2023 Dapat 14 Catatan dari BPK, Ini Detailnya

 LAPORAN: <a href='https://rmol.id/about/ahmad-satryo-1'>AHMAD SATRYO</a>
LAPORAN: AHMAD SATRYO
  • Selasa, 03 September 2024, 19:14 WIB
Realisasi APBN 2023 Dapat 14 Catatan dari BPK, Ini Detailnya
Rapat Paripurna DPR RI/RMOL
rmol news logo Realisasi Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) tahun 2023 mendapat catatan dari Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), di mana jumlahnya mencapai 14 poin meskipun secara umum diberikan opini wajar tanpa pengecualian (WTP).

Hal tersebut disampaikan Wakil Ketua Badan Anggaran Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (Banggar DPR RI), Muhidin dalam Rapat Paripurna ke-5 Masa Persidangan I Tahun Sidang 2024-2025, di Komplek Parlemen, Senayan, Jakarta Pusat, Selasa (3/9).

"Berdasarkan hasil pemeriksaan BPK memberikan opini wajar tanpa pengecualian atau WTP. Berdasarkan laporan hasil pemeriksaan (LHP) BPK atas LKPP tahun 2023 terdapat 14 temuan pemeriksaan yang perlu menjadi perhatian pemerintah terkait sistem pengendalian intern dan kepatuhan terhadap peraturan perundang-undangan," ujar Muhidin.

Meskipun temuan-temuan kelemahan sistem pengendalian intern dan kepatuhan terhadap peraturan perundang-undangan tersebut tidak memengaruhi kewajaran LKPP tahun 2023, berikut ini 14 poin catatan BPK tersebut:

1. Kualitas Perencanaan, Penganggaran dan Pelaksanaan Anggaran serta Keselarasan antara Pelaporan Keuangan dan Kinerja dalam Rangka Pertanggungjawaban Program/Kegiatan Pemerintah Belum Sepenuhnya Memadai.

2. Terdapat Pajak Penghasilan (PPh) dan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) yang diduga kurang disetor senilai Rp 5,82 Triliun, dan potensi sanksi administrasi hingga Rp 341,80 miliar, yang disebabkan kinerja pejabat perpajakan tidak baik.

3. Pengelolaan Penerimaan Negara Bukan Pajak (PPNB) pada 42 Kementerian/Lembaga (K/L) minimal Sebesar Rp 6,81 triliun dan pengelolaan piutang bukan pajak pada 17 K/L minimal sebesar Rp 3,51 triliun belum sesuai ketentuan.

4. Pelaksanaan rekonsiliasi volume dan harga gas bumi tertentu (HGBT) Tahun 2020 hingga 2023 belum selesai dilakukan Kemenkeu.

5. Terjadi perencanaan program/kegiatan yang tidak mendukung penganggaran mandatory spending bidang pendidikan melalui pos pembiayaan pendidikan, sebagaimana sesuai kaidah penganggaran berbasis kinerja dan prinsip belanja berkualitas.

6. Adanya permasalahan penganggaran, pelaksanaan, dan pertanggungjawaban belanja pegawai, barang, modal, dan bantuan sosial (bansos) pada 81 K/L minimal sebesar Rp7,05 triliun belum sepenuhnya sesuai ketentuan, didukung pemantauan terhadap target, dan permasalahan teknis penghitungan anggaran.

7. Belum memadainya perencanaan dan penganggaran atas kebijakan pemberian insentif perpajakan berupa subsidi Pajak Pertambahan Nilai Ditanggung Pemerintah Kendaraan Bermotor Listrik Berbasis Baterai (PPN DTP KBLBB) Tertentu dan Rumah Tapak/Satuan Rumah Susun, serta Pajak Penghasilan Ditanggung Pemerintah Panas Bumi.

8. Penyaluran Dana Alokasi Umum (DAU) specific grant tahun 2023 untuk dukungan penggajian Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK) Daerah yang tidak terukur, dan tidak dapat dimanfaatkan untuk peningkatan fleksibilitas pendanaan daerah berpotensi tidak mendukung upaya peningkatan belanja yang berkualitas.

9. Perencanaan yang tidak memadai dan terukur dalam pelaksanaan kebijakan prefunding untuk pemenuhan pembiayaan Tahun Anggaran (TA) 2024, melalui penerbitan Surat Berharga Negara (SBN) pada akhir tahun 2023 sebesar Rp39,89 triliun.

10. Terdapat pengelolaan kas dan rekening pada K/L yang tidak memadai. Di mana, ada 7 K/L yang mengelola kas tunai sebesar Rp879,18 juta melebihi ketentuan, bendahara pada 17 K/L belum atau terlambat menyetorkan saldo kas sebesar Rp11,47 miliar ke kas negara, pembukuan oleh bendahara belum tertib pada 5 K/L, serta permasalahan lainnya yang terkait dengan pengelolaan kas pada 22 K/L sebesar Rp44,35 miliar.

11. Penagihan piutang perpajakan macet yang belum kadaluwarsa belum dilakukan Direktorat Jenderal Pajak (DJP) secara optimal, padahal mendekati masa kadaluwarsa.

12. Ada ketidakjelasan aturan dalam hal penggunaan Penyertaan Modal Negara (PMN), yakni terkait mekanisme persetujuan Menteri Keuangan atas perubahan penggunaan PMN.

13. Terdapat Laporan Barang Milik Negara (LBMN) belum sepenuhnya disusun sesuai ketentuan, permasalahan pengelolaan persediaan, permasalahan pengelolaan aset tetap, permasalahan pengelolaan properti investasi, hingga permasalahan pengelolaan aset tak berwujud, aset lain-lain, dan kemitraan dengan pihak ketiga.

14. Dukungan dan pengendalian atas pelaporan aset atau beban dan kewajiban per 31 Desember 2023, yang timbul dari penyelesaian seluruh atau sebagian hasil pekerjaan oleh pihak ketiga tidak sepenuhnya memadai, melalui mekanisme Rekening Penampungan Akhir Tahun Anggaran (RPATA).

Terkait 14 catatan BPK tersebut, Muhidin menyampaikan 8 langkah tindak lanjut yang menjadi komitmen pemerintah untuk dilakukan di tahun anggaran 2025. Di antaranya sebagai berikut:

1. Memperbaiki kualitas perencanaan dan pelaksanaan anggaran agar tingkat pertumbuhan dapat optimal sejalan dengan kebijakan defisit APBN yang ditetapkan dan Silpa yang terkendali

2. Merancang dan melaksanakan sistem dan tata kelola perpajakan yang adaptif dengan perkembangan ekonomi nasional dan dunia, agar rasio perpajakan meningkat dengan baik

3. Memperbaiki kebijakan PNBP untuk mengoptimalkan PNBP, meningkatkan tata kelola dalam proses bisnis, meningkatkan inovasi dan kualitas layanan pada masyarakat, serta menjaga keberlangsungan lingkungan hidup sekitarnya

4. Menetapkan ukuran indikator keberhasilan pelaksanaan belanja K/L dalam rangka spending better belanja negara yang lebih akurat melalui penguatan dan penajaman kerangka kerja logis setiap program K/L, agar memiliki dampak atau karena dalam prestasi kerja yang mampu menjadi sumbangan dalam pertumbuhan perekonomian nasional dan kesejahteraan rakyat. Capaian sasaran indikator prioritas nasional dikaitkan dengan program alokasi anggaran K/L yang bertugas

5. Menerapkan kebijakan bahwa dalam hal sasaran indikator prirotas nasional yang dilaksanakan oleh K/L tidak tercapai, maka berimplikasi pada tunjangan kinerja K/L yang dipertanggungjawab atas capaian tersebut

6. Memperkuat sistem penilaian dalam perencanaan pengawasan dan evaluasi pelaksanaan penyertaan modal negara atau PMN kepada BUMN, termasuk manfaatnya terhadap perekonomian dan APBN, dampaknya terhadap return positive dan return of equity serta melaporkan pelaksanaan pengelolaan kekayaan negara yang dipisahkan beserta manfaatnya pada saat pembahasan APBN, untuk memberikan indikator terciptanya peningkatan pelayanan publik, nilai tambah ekonomi dan roa serta memperkuat BUMN sebagai agent of development dan agent of value

7. Melakukan perbaikan tata kelola perencanaan pembiayaan utang, terutama penerbitan surat berharga negara yang dilakukan dengan kriteria tertentu secara pruden dalam batas yang aman dan terkendali, untuk menjaga kesinambungan fiskal dengan prioritas pada sektor produktif, meningkatkan nilai tambah dan transfer teknologi, serta dampak sosial ekonomi yang tinggi, termasuk mendorong pembiayaan kreatif dan inovatif, serta KPBU atau kerjasama pemerintah dan badan usaha dan branded Finance

8. Mempertajam alokasi 20 persen anggaran pendidikan yang dimulai pada tahun anggaran 2025, dengan melakukan kategorisasi, klasifikasi output dan outcome pada alokasi anggaran belanja K/L, belanja non K/L, investasi pembiayaan dan transfer ke daerah untuk mencapai realisasi 20 persen anggaran pendidikan.

"Tindak lanjut pemerintah terhadap rekomendasi tersebut disepakati untuk dimasukkan dalam penjelasan pasal 12 RUU APBN Tahun 2023," demikian disampaikan Muhidin mengakhiri. rmol news logo article

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

ARTIKEL LAINNYA