Hal ini tentunya memunculkan asumsi kuat bahwa kepemimpinan Golkar berhasil direbut dengan mudah oleh penguasa.
Pengamat politik dari FHISIP Universitas Terbuka, Insan Praditya Anugrah menyatakan bahwa apabila benar kepemimpinan partai sekelas Golkar direbut oleh penguasa, maka artinya demokrasi Indonesia saat ini dalam bahaya.
"Apabila benar penguasa yang melakukan intervensi merebut kepemimpinan di Golkar, berarti demokrasi Indonesia saat ini dalam bahaya," kata Insan dalam keterangannya kepada wartawan di Jakart, pada Senin (19/8).
Insan menilai bahwa posisi Airlangga Hartarto selama ini sangat kuat dan mendapat dukungan hingga tingkat DPD untuk melanjutkan jabatan ketua umum.
Terlebih, Airlangga berhasil membawa Golkar jadi partai terkuat di koalisi pemenang, baik Pileg maupun Pilpres.
"Kekuasaan Airlangga di Golkar sangat kokoh. Dia berprestasi membawa Golkar jadi partai terbesar di koalisi pemenang dan mendapatkan dukungan dari dpd tingkat 1 dan tingkat 2 untuk melanjutkan kepemimpinan partai Golkar ke periode selanjutnya, apalagi Golkar partai terkuat di koalisi pemenang," jelas Insan.
Selain itu, Golkar adalah partai kader yang terbuka, bukan partai yang dikuasai dinasti perorangan.
Menurut Insan, Golkar, juga berisi para politisi kelas kakap yang sudah berpengalaman. Dengan kapasitas para kader yang mumpuni, seharusnya Golkar tidak mudah diintervensi.
"Golkar adalah partai kader yang sudah terbuka, ibaratnya kalau perusahaan sudah IPO yang berisi para teknokrat dan politisi kelas kakap yang berpolitik sudah puluhan tahun. Seharusnya, sulit untuk mengintervensi partai sekelas Golkar," pungkas Insan.
Sebelumnya, Ketua Umum Golkar Airlangga Hartarto mendadak menyatakan pengunduran diri pada Minggu (11/8).
Pengunduran diri tersebut merupakan hal tidak terduga, sebab Airlangga tengah mendapatkan dukungan di berbagai sayap partai dan DPD tingkat 1 dan 2 untuk melanjutkan posisi Ketua Umum Golkar di Munas mendatang.
BERITA TERKAIT: