Begitu disampaikan pengamat politik dan kebijakan publik, Yusfitriadi, bersama Direktur Eksekutif Lingkar Madani (Lima) Indonesia, Ray Rangkuti, saat diskusi tentang 'Kotak Kosong Merajalela, Kaum Oligarki Pesta Pora' di Bogor, belum lama ini.
Yusfitriadi mengatakan, pilkada itu dimulai dari 2012, 2015, 2017, 2018, dan 2020. Dan, fenomena melawan kotak kosong bukan hal baru. Karena fenomena tersebut marak terjadi dari beberapa tahun belakangan, baik di kabupaten maupun kota di Indonesia.
"Sejak awal kotak kosong sudah ada, seperti di tiga Kabupaten dan Kota di provinsi tertentu, kemudian pada 2017 terdapat sembilan daerah yang menghadapi kotak kosong," tutur Yusfitriadi, diwartakan
RMOLJabar, Minggu (11/8).
Berdasarkan pengamatannya, di Pilkada serentak 2024 nanti akan ada pihak-pihak tertentu yang memanfaatkan kekuasaan mereka di tingkat pusat untuk kembali, dan terbawa hingga tingkat kota dan kabupaten di Indonesia.
"Ini merupakan dampak dari pelaksanaan Pemilu di tahun yang sama, sehingga atmosfer politik Pemilu akan terbawa hingga ke Pilkada, terutama dalam dinasti politik. Indikasi-indikasi ini sudah mulai terlihat," bebernya.
Sementara itu, menurut Ray Rangkuti, hal tersebut adalah permainan utak-atik posisi dari para pimpinan pusat.
"Ini merupakan permainan utak-atik posisi agar kursi kosong gubernur, bupati, dan walikota ditempati oleh partai politik tertentu," ungkap Ray Rangkuti.
BERITA TERKAIT: