Dimensy.id Mobile
Dimensy.id
Apollo Solar Panel

Aliansi Pemuda Papua:

Kepala BPKAD Nus Weya Sangat Tahu Kemana Dana PON Dihabiskan

 LAPORAN: <a href='https://rmol.id/about/agus-dwi-1'>AGUS DWI</a>
LAPORAN: AGUS DWI
  • Selasa, 06 Agustus 2024, 14:59 WIB
Kepala BPKAD Nus Weya Sangat Tahu Kemana Dana PON Dihabiskan
Aksi unjuk rasa Aliansi Pemuda Papua Anti Korupsi (AP2-AK) di depan gedung KPK RI di Jakarta, Senin (5/8)/Istimewa
rmol news logo Desakan agar Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menyelidiki kasus dugaan korupsi dana PON Papua terus disuarakan Aliansi Pemuda Papua Anti Korupsi (AP2-AK). Salah satunya dengan menggelar aksi demonstrasi di depan KPK, di Jakarta, Senin (5/8).

Koordinator Aliansi Pemuda Papua Anti Korupsi (AP2-AK), Ronny Faad mengatakan, Dr. Nus Weya selaku Kepala BPKAD Provinsi Papua yang menjabat selama perhelatan PON XX Papua 2021, bertanggung jawab dalam tupoksinya untuk menjalankan urusan Pemerintahan yang menjadi kewenangan Provinsi Papua dalam bidang keuangan dan aset di Pemprov Papua.

"Dalam laporan yang dikonfirmasi oleh Ketua PB PON XX Papua, Yunus Wonda, membenarkan adanya peminjaman anggaran dari APBD Provinsi Papua untuk membiayai pelaksanaan kegiatan PON Papua yang terdiri dari kebutuhan konsumsi kegiatan, acara pembukaan, dan kebutuhan belanja perlengkapan," ujar Ronny dalam keterangannya di Jakarta, Selasa (6/8).  

"Besaran anggaran yang sampai saat ini ikut terutang dan menjadi beban keuangan Pemprov Papua mencapai Rp340 miliar. Dana tersebut belum dikembalikan ke kas Pemprov Papua," sambungnya.

Menurut Ronny, Nus Weya selaku Kepala BPKAD memiliki tugas dan wewenang utama yang diberikan berdasarkan perintah UU. Yaitu melakukan penyusunan kebijakan teknis, sebagai pelaksana teknis dan pengadministrasian teknis penggunaan aset keuangan Pemprov Papua.

Termasuk menjadi OPD yang melaksanakan penugasan pemindahan anggaran dari akun rekening keuangan Pemprov Papua ke akun rekening penyelenggara PB PON Papua.

Dituturkan Ronny, ketika pencarian dana PON tahap 1 yang keluar hanya sebesar Rp715,4 miliar, yang saat itu ditandatangani oleh Ketua PB PON Yunus Wonda di Kantor Kemenpora Jakarta. Artinya, pihak PB PON mengalami kekurangan transfer sebesar Rp584,6 miliar, dari total Rancangan Pagu tahap 1 dalam DIPA sebesar Rp1,3 triliun.

Atas kekurangan anggaran tersebut, pihak PB PON berkirim surat ke BPKAD Provinsi Papua, yang dikepalai oleh Nus Weya, untuk meminta dana talangan sementara, dengan maksud meminjam dana dari kas keuangan Pemprov Papua, untuk dipakai sementara oleh PB PON dalam rangka mensukseskan agenda pembukaan dan pelaksanaan kegiatan PON XX Papua saat itu.

"Dalam hal mengeksekusi pemindahan akun keuangan Pemprov Papua inilah, peran Nus Weya selaku OPD teknis yang bertanggung jawab menyusun kebijakan teknis, pelaksana teknis, dan pengadministrasian teknis aset keuangan tersebut di atas, memiliki peran penting dan utama terhadap terseretnya beban pengembalian utang dana PON yang sampai saat ini belum terbayarkan kembali ke kas keuangan Daerah," jelas Ronny

Selain itu, sebagai penanggung-jawab teknis aset keuangan Pemprov Papua, Nus Weya seharusnya berkirim surat kepada Menteri Keuangan dan Menteri Dalam Negeri, untuk meminta pendapat teknis terkait rancangan pengajuan peminjaman dan penarikan dana APBD Pemprov Papua.

"Bukan mengeksekusi sendiri permintaan tambahan anggaran APBD untuk membiayai kegiatan pembukaan, konsumsi, dan perlengkapan kegiatan PON XX Papua saat itu," jelasnya.

Sekalipun telah ditalangi dengan dana APBD, faktanya banyak pihak kontraktor yang ikut berpartisipasi dalam sejumlah pelaksanaan kegiatan yang dilelang melalui item pengadaan barang/jasa Kegiatan PON XX Papua, hingga hari ini mengaku belum menerima pembayaran dari jasa/service/layanan/kegiatan yang mereka kerjakan berdasarkan kontrak.

"Menelusuri rekam jejak korupsi dana PON, yang juga merugikan rekanan pihak ketiga yang ikut berpartisipasi dalam pelaksanaan kegiatan PON XX Papua, sejatinya jumlah anggaran yang disinyalir belum dibayarkan jauh lebih besar dibandingkan angka yang disebutkan oleh Ketua PB PON Yunus Wonda, yang berada di angka Rp340 miliar. Kita berkeyakinan, dengan aduan belum dibayarkannya sejumlah pemegang kontrak kegiatan, angka itu bisa membengkak di atas Rp340 miliar," ungkapnya.

Dalam pandangan Ronny, megakorupsi dana PON XX Papua tersebut telah merugikan banyak pihak dan pelaku usaha kecil di Papua, ditambah kerugian anggaran yang juga dialami oleh Pemprov Papua.

Lanjut Ronny, peristiwa hukum atas kerugian yang ditimbulkan akibat megakorupsi dana PON XX Papua telah terbukti secara nyata, korbannya pun jelas, nilai kerugiannya pun sudah jelas. Seharusnya, berdasarkan pengumuman resmi Kepala Kejaksaan Tinggi Papua, Witono, pada Januari 2024, daftar petinggi Papua yang terlibat dalam megakorupsi dana PON XX Papua sudah diumumkan.

Namun hingga memasuki awal Agustus 2024 ini, progres pengumuman nama-nama tersangka dari kalangan petinggi Papua tersebut, masih terdiam cukup rapi di dalam arsip penyelidikan Kejati Papua, sebut Ronny.

Berdasarkan daftar nama, kewenangan yang dimiliki, serta relasi kuat terhadap pelaksanaan dana PON XX Papua, ada 8 orang yang dinilai Ronny seharusnya masuk dalam daftar penyelidikan Kejati Papua.

Yaitu, Yunus Wonda selaku Ketua Umum PB PON XX Papua, Theodorus Rumbiak selaku Bendahara Umum PB PON XX Papua, Juliana Waromi selaku Sekwan DPR Papua, Dr. Nus Weya selaku Kepala BPKAD Papua Tahun 2021, Noak Tabo selaku Kabid Perbendaharaan dan KAS Daerah BPKAD Papua Tahun 2021, Otto Muabuay selaku BPKAD Papua Tahun 2021, Jefri Refasi selaku BPKAD Papua Tahun 2021, dan Mulyadi selaku BPKAD Papua Tahun 2021.

Dalam konstruksi hukum pidana, lanjut Ronny, Nus Weya selaku Kepala BPKAD yang bertugas sepanjang perhelatan PON XX Papua 2021, sejatinya telah melanggar ketentuan Pasal 3 UU Tipikor (UU No.31/1999 jo UU No.20/2001), yang isinya memberikan sanksi pidana Penjara Seumur Hidup atau Pidana 20 Tahun Penjara kepada setiap orang yang dengan tujuan menguntungkan diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi, menyalahgunakan kewenangan, kesempatan, atau sarana yang ada padanya karena jabatan atau kedudukan yang dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara.

Konstruksi delik dalam Pasal 3 UU No.31/1999 jo UU No.20/2001 di atas menitikberatkan pada unsur "menyalahgunakan kewenangan" karena jabatan yang dimiliki sebagai Kepala BPKAD, sehingga mengakibatkan kerugian tidak dibayarkannya kontrak pekerjaan rekanan Pihak ketiga dalam PON XX Papua dan turut serta berdampak terhadap tidak dibayarkannya utang keuangan ke Pemprov Papua senilai Rp340 miliar.

Menurut Ronny, unsur penyalahgunaan kewenangan dalam kasus korupsi dana PON XX Papua menjadi begitu meyakinkan, ketika UU telah memberikan definisi penugasan yang jelas dan konkret, terkait kewenangan Kepala BPKAD untuk menyusun kebijakan teknis, melaksanakan keputusan teknis, dan mengadministrasikan kegiatan teknis terkait urusan pengelolaan aset keuangan di lingkungan Pemprov Papua.

"Dalam hal ini, telah mengakibatkan kerugian pengembalian anggaran mencapai Rp340 miliar dan potensi tuntutan kewajiban pembayaran kepada pihak ketiga (ketika putusan peradilan memerintahkan pembayaran kontrak kegiatan yang ditanggung dengan anggaran APBD/APBN)," beber Ronny.

Terkait bukti-bukti dan konstruksi hukum megakorupsi dana PON XX Papua, maka atas nama eksponen OKP dan pemerhati masalah korupsi di Tanah Papua yang tergabung dalam AP2-AK, meminta dengan tegas kepada Pimpinan KPK RI untuk segera menangkap nama-nama yang diduga terlibat. Salah satunya Kepala BPKAD Papua Tahun 2021 yang juga diduga kuat adalah operator penyaluran keuangan, Dr. Nus Weya.

Hal ini penting guna menjadi pintu masuk dalam mengungkap tabir kegelapan megakorupsi dana PON XX Papua Tahun 2021 secara terang-benderang.

AP2-AK juga menuntut KPK untuk bersinergi bersama Kejaksaan Agung, melakukan supervisi terkait penanganan perkara korupsi dana PON XX Papua, dan mempercepat penetapan tersangka pada Agustus 2024.

Juga menuntut kepada Kejaksaan Agung Juncto KPK untuk segera mempercepat penuntasan penyidikan kasus korupsi dana PON, dan untuk segera menyelesaikan pembayaran sejumlah utang pekerjaan kepada pengusaha lokal Papua yang saat ini mengalami kesulitan keuangan akibat dana mereka belum dibayarkan, karena adanya penundaan penanganan korupsi dana PON XX Papua.

"Dan mendesak agar dana Rp340 miliar yang seharusnya dikembalikan ke kas Daerah, sepenuhnya dapat digunakan untuk menanggulangi program kemiskinan di Papua," paparnya.

"Jika Pihak KPK RI tidak dengan segera memenuhi tuntutan kami, maka kami akan melakukan aksi berikutnya dengan jumlah yang sangat banyak dan tak terkendalikan demi penuntasan megakorupsi dana PON XX Papua Tahun 2021," demikian Ronny. rmol news logo article
EDITOR: AGUS DWI

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

ARTIKEL LAINNYA