Pelaksana Tugas (Plt) Sekretaris Jenderal Kemendagri Tomsi Tohir menegaskan bahwa secara historis kenaikan harga beras cenderung terjadi pada Juli saat musim kemarau tiba.
Oleh karena itu, menurutnya, Perum Bulog bisa segera melakukan antisipasi dalam menjaga stabilitas harga beras secara nasional.
Adapun Sistem Pemantauan Pasar dan Kebutuhan Pokok (SP2KP) menunjukkan bahwa kenaikan harga beras terjadi di 32,22 persen wilayah di Indonesia pada pekan ketiga Juli 2024.
Permintaan Kementerian Dalam Negeri ini menyita perhatian, karena diminta direalisasikan Perum Bulog di tengah skandal demurrage atau denda impor beras sebesar Rp294, 5 miliar.
Terkait hal itu, Direktur Eksekutif Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Esther Sri Astuti menilai pemerintah dalam hal ini Bulog memang harus dapat menekan kenaikan harga beras dengan memastikan jalur distribusi kepada masyarakat.
Kata dia, jika tidak bisa menekan kenaikan harga beras maka Bulog layak disebut sebagai perusahaan gagal.
“Jangan sampai distribusi tidak lancar, sehingga menyebabkan harga beras tinggi,” ujar Esther kepada wartawan, Sabtu (27/7).
Esther juga memandang pemerintah dalam hal ini Bulog yang dipimpin Bayu Krisnamurthi dapat mengkalkulasi dengan tepat kebutuhan beras masyarakat sehingga kenaikan harga juga dapat diredam.
“Kalau itu sudah dipenuhi, baru kita bicara distribusi,” tandasnya.
BERITA TERKAIT: