Dalam permohonan perkara dengan Nomor 45/PUU-XXII/2024 ini, Pemohon mempersoalkan norma Pasal 414 ayat (1) UU Pemilu yang menyatakan, “Partai Politik Peserta Pemilu harus memenuhi ambang batas perolehan suara paling sedikit 4 persen dari jumlah suara sah secara nasional untuk diikutkan dalam penentuan perolehan kursi anggota DPR.
Pemohon yang diwakili kuasa hukumnya, M. Malik Ibrohim menyampaikan, telah memperbaiki permohonan sesuai arahan Majelis Hakim Konstitusi pada sidang pendahuluan.
"Sistematika untuk perihal telah kami sesuaikan dengan penambahan kalimat sebagaimana telah dimaknai Mahkamah Konstitusi dalam putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 116 dan seterusnya,” jelasnya di hadapan sidang panel yang dipimpin Hakim Konstitusi Arief Hidayat.
Partai Pemohon (PPP) meraih 5.878.777 suara sah secara nasional dalam Pemilu Anggota DPR RI 2024 atau setara dengan 3,87 persen.
Akibat berlakunya norma pasal yang mengatur ambang batas parlemen (parliamentary threshold) paling sedikit 4 persen tersebut, jutaan suara yang telah dipercayakan kepada PPP menjadi sia-sia.
Menyadari banyaknya perkara yang telah menguji norma yang sama, Pemohon pun menegaskan bahwa apa yang dipersoalkannya tidak
ne bis in idem.
Pemohon berkeyakinan bahwa selama
norma a quo tetap diberlakukan, maka akan terus terjadi disproporsionalitas atau ketidaksetaraan antara suara pemilih dan jumlah partai politik di DPR.
Lebih jauh lagi, Pemohon berpandangan bahwa tanpa adanya konversi suara pemilih menjadi kursi DPR, telah nyata
norma a quo bertentangan dengan kedaulatan rakyat.
Oleh karena itu, Pemohon berkesimpulan bahwa
parliamentary threshold berdasarkan Pasal 414 ayat (1) UU Pemilu telah menimbulkan kerugian konstitusional bagi Pemohon dan partai Pemohon.
Sehingga, pada petitum, Pemohon meminta MK menyatakan Pasal 414 ayat (1) UU Pemilu bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat sejak Pemilu DPR 2024.
BERITA TERKAIT: