"Jika KPK menengarai ada pintu yang tertutup untuk koordinasi, sebaiknya diungkap dengan detail terkait peristiwa apa, di daerah mana, dan terkait persoalan apa, supaya jelas dan dapat dipertanggungjawabkan," kata Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejagung, Harli Siregar, kepada wartawan, Selasa (2/7).
Lanjut Harli, hal ini perlu dipertegas agar situasi yang diklaimnya saat ini berjalan dengan baik tidak luntur karena opini yang berkembang.
"Kita bisa melihat menilai dengan fakta-fakta yang ada di lapangan dan sebenarnya kita
fine-fine saja, baik-baik saja, saya kira gitu," jelas Harli.
Harli menambahkan, pihaknya selalu terbuka terkait koordinasi sampai pada proses supervisi.
Di sisi lain, Kejagung juga membantah pernyataan Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Alexander Marwata yang menyebut pihak Kejaksaan akan menutup pintu koordinasi dan supervisi bila ada jaksa yang tersandung kasus.
"Yang disampaikan Wakil Ketua KPK Alexander Marwata kami kira tidak benar," tegas Harli.
Sebelumnya, Alex menyatakan pihak Kejaksaan akan menutup pintu koordinasi dan supervisi bila ada jaksa yang tersandung kasus saat rapat kerja dengan Komisi III DPR RI.
“Memang, di dalam UU KPK, baik yang lama maupun yang baru, ada fungsi koordinasi dan supervisi. Apakah berjalan dengan baik? Harus saya sampaikan, tidak berjalan dengan baik. Ego sektoral masih ada,” kata Alex saat rapat kerja bersama Komisi III DPR RI, di Komplek Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin (1/7).
Hal itu, tambah Alex, setidaknya dirasakan saat KPK menangkap oknum jaksa dalam tindak pidana korupsi.
“Tiba-tiba dari pihak kejaksaan menutup pintu koordinasi dan supervisi, sulit. Mungkin dengan kepolisian juga demikian. Jadi ini persoalan,” sesalnya.
BERITA TERKAIT: