Pertanyaan itu mencuat dari Direktur Eksekutif Indef Tauhid Ahmad tentang cita-cita besar Indonesia yang merujuk pada Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional (RPJPN) 2025-2045 yang dianggap sedikit berbeda dari Pembukaan UUD 1945.
"Ada satu pertanyaan besar, apakah reduksi makna visi Indonesia Emas dari Visi Abadi Negara Indonesia? Visi Abadi dalam Pembukaan UUD 45 berbunyi merdeka, bersatu, adil dan Makmur," kata Tauhid Ahmad dikutip dalam diskusi virtual bertajuk "10 Juta Gen Z Menganggur Mungkinkan Indonesia Emas 2045?", Senin (3/6).
Sementara dalam RPJPN 2025-2045 sebagai visi Indonesia Emas 2045, menjadi Indonesia sebagai negara Nusantara, berdaulat, maju, dan berkelanjutan.
Tauhid mengatakan, terdapat 5 visi Indonesia Emas yakni, pendapatan per kapita setara negara maju, kemiskinan menuju 0 persen dan ketimpangan berkurang, kepemimpinan dan pengaruh di dunia internasional meningkat, daya saing SDM meningkat, intensitas emisi gas rumah kaca menurun menuju emisi nol bersih.
"Dari ke 5 visi Indonesia Emas, selain sisi ekonomi tentu harus dipertanyakan juga apakah benar Indonesia punya kompetensi untuk meningkatkan kepemimpinan dan pengaruh di dunia internasional serta daya saing SDM kita meningkat?" tanya Tauhid.
Ternyata, kata Tauhid, dalam Indikator capaian RPJPN terdapat 6 dari 9 sasaran utama indikator Indonesia tidak ada dalam RPJPN.
Pertama, GNI per kapita yang pada 2025 sebagai baseline 5.500 USD sementara pada target 2045 harus mencapai 30.300 USD; Kedua, Kontribusi PDB Maritim dari 7,6 persen di tahun 2025, dan harus capai 15 persen pada 2045; Ketiga, peringkat GPI (Global Power Index) harus mencapai 15 besar dunia dari saat ini urutan 34 (2025).
Keempat, Indeks rasio gini dari 0,379-0,382 (2025) harus menurun ke 0,377-0,320 (2045); Kelima, target kontribusi Kawasan Indonesia Timur (KTI) dari 21,5 persen harus mencapai 28,5 persen di 2045; Keenam, Human Capital Index (HCI) dari 0,54 di 2025 harus mencapai 0,73 pada 2045.
"Terdapat baseline yang ‘’sangat tidak tepat’ yakni target kemiskinan menuju 0 persen (0,5 persen-0,8 persen pada 2045) sementara saat ini saja tingkat kemiskinan sudah 9,36 persen per Maret 2023. Dan pada 2025 Kemiskinan ditargetkan 6,0-7,0 persen," kata Tauhid.
Jika diamati dari trajectory GNI per kapita Indonesia, Tauhid mengatakan, sebenarnya pada 1993 Indonesia sudah keluar dari low income Country. Tapi pada 1998-2002 masuk kembali ke low income akibat krisis moneter.
"Ditambah, pada 2019-2020 dilanda wabah Covid-19, sehingga kembali ke low midle income. Jadi, Indonesia terjebak dalam midle income trap selama 30 tahun sejak 1993-2022," tutup Tauhid.
BERITA TERKAIT: