Antara lain perubahan Pasal 12 UU No.21/2001 tentang Otonomi Khusus Papua, agar tidak hanya gubernur dan wakil gubernur yang berasal dari orang asli Papua (OAP) melainkan juga bupati, wakil bupati, walikota, dan wakil walikota juga berasal dari OAP.
Serta perubahan definisi OAP sebagaimana terdapat dalam Pasal 1 ayat 22 UU No.2/2021 tentang perubahan kedua atas UU No.21/2001 tentang Otonomi Khusus Papua.
"Berbagai perubahan tersebut tidak lain untuk menguatkan posisi OAP yang benar-benar berasal dari tanah Papua,"
Apalagi dana otonomi khusus Papua yang mencapai Rp9,62 triliun, kini langsung dialokasikan ke berbagai kabupaten/kota.
Pemanfaatannya oleh para gubernur-wakil gubernur, walikota-wakil walikota, hingga bupati-wakil bupati, sebagai pemimpin daerah.
"Sehingga pemimpin daerah lebih baik jika berasal dari OAP yang merasakan langsung denyut nadi kehidupan masyarakat Papua," ujar Bamsoet.
Bamsoet menjelaskan, MRP se-Wilayah Papua juga menyampaikan aspirasi terkait perubahan PP No.54/2004 untuk memperkuat kewenangan MRP dalam menjalankan mandat UU No.21/2001 maupun UU No.2/2021 tentang Otonomi Khusus Papua.
Sehingga sebagai lembaga kultural, MRP bisa memiliki kewenangan yang lebih luas untuk mengawasi, memonitor, dan meninjau implementasi penggunaan dana Otsus Papua yang dilakukan oleh pemerintah daerah.
"Papua adalah salah satu wilayah dengan kekayaan sumberdaya alam berlimpah, namun sayangnya belum sepenuhnya dimanfaatkan dan digarap secara maksimal," demikian Bamsoet.
BERITA TERKAIT: