Idul Adha
Dimensy.id Mobile
Selamat Idul Adha Mobile
Dimensy.id
Apollo Solar Panel

Nasdem Ingin Revisi UU Penyiaran Libatkan Publik

 LAPORAN: <a href='https://rmol.id/about/ahmad-alfian-1'>AHMAD ALFIAN</a>
LAPORAN: AHMAD ALFIAN
  • Minggu, 26 Mei 2024, 10:52 WIB
Nasdem Ingin Revisi UU Penyiaran Libatkan Publik
Anggota Komisi I DPR Muhammad Farhan/Ist
rmol news logo Revisi Undang-Undang (UU) Nomor 32 Tahun 2002 tentang Penyiaran akan lebih sempurna dengan keterlibatan publik.

"Saya kira masukan masyarakat sangat penting, proaktif masyarakat akan bermanfaat untuk penyempurnaan revisi UU Penyiaran," kata Anggota Komisi I DPR Muhammad Farhan lewat keterangan resminya, Minggu (26/5).

Menurut Farhan, revisi UU Penyiaran berawal dari sebuah persaingan politik antara lembaga berita melalui platform terestrial versus jurnalisme platform digital. Pada beleid revisi UU tersebut terdapat peran Komisi Penyiaran Indonesia (KPI).

"Ini, kan, lagi perang ini. Jadi, revisi UU yang ada ini atau draf UU yang ada sekarang, itu memang memberikan kewenangan KPI terhadap konten lembaga penyiaran teresterial," ucap Farhan.

Legislator Nasdem dari Dapil Jawa Barat I ini juga menuturkan terestrial dimaknai penyiaran yang menggunakan frekuensi radio VHF/UHF seperti halnya penyiaran analog. Namun, dengan format konten yang digital.

Tetapi KPI ataupun Dewan Pers, lanjut Farhan, tidak punya kewenangan terhadap platform digital. Ketika lembaga jurnalistik yang menggunakan platform digital dan mendaftarkan ke Dewan Pers, maka itu menjadi kewenangan Dewan Pers.

"Lembaga pemberitaan atau karya jurnalistik yang hadir di digital platform ini, kan, makin lama makin menjamur, nggak bisa dikontrol juga sama Dewan Pers, maka keluarlah ide revisi UU Penyiaran ini," ujar Farhan.

Dia menambahkan risiko apabila lembaga tersebut membuat produk jurnalistik di platform digital dan tidak mendaftarkan diri ke Dewan Pers. Pada tahap ini, Dewan Pers tak punya kewenangan atas lembaga tersebut.

"Risikonya apa? Kalau sampai dia dituntut oleh misalkan saya dijelekkan oleh lembaga berita ini, saya nuntut ke pengadilan, maka tidak ada UU Pers yang akan melindungi dia karena tidak terdaftar di Dewan Pers, kira-kira begitu," kata Farhan.

Draf revisi UU tentang Penyiaran menuai kontroversi. Pasal 50 B ayat 2 huruf (c) menjadi pasal yang paling disorot lantaran memuat aturan larangan adanya penyiaran eksklusif jurnalistik investigasi. Berikut bunyi pasal 50 B ayat 2 huruf (c):

“Selain memuat panduan kelayakan Isi Siaran dan Konten Siaran sebagaimana dimaksud pada ayat (1), SIS (Standar Isi Siaran) memuat larangan mengenai:...(c.) penayangan eksklusif jurnalistik investigasi. rmol news logo article

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

ARTIKEL LAINNYA