Namun begitu, Pengamat Politik Universitas Negeri Medan (Unimed) Dr Bakhrul Khair Amal menilai langkah mereka justru akan sulit memenangkan kontestasi politik lima tahunan itu.
“Ketika petahana menjadi paslon yang jelas rekam jejaknya mudah dipotret dan mudah terkena black campaign, virus dan hama,” katanya kepada
Kantor Berita Politik RMOLSumut, Selasa (14/5).
Bakhrul mengatakan resistensi masyarakat terhadap petahana akan sangat dekat dengan mudahnya rekam jejak mereka diolah dalam ranah
black campaign. Sebab, kinerja mereka selama memimpin akan dengan mudah diklasifikasikan sebagai bentuk kinerja dan prestasi atau apakah hanya pencitraan diri.
“ITu sangat mudah diidentifikasi, mana yang dikerjakan berpihak pada rakyat dan mana yang hanya pencitraan,” ujarnya.
Pun begitu kata Bakhrul, analisisnya ini hanya berlaku pada kondisi politik ideal. Faktanya saat ini, tataran cara berfikir masyarakat terhadap politik yang ideal sudah rusak akibat orientasi politik uang dan transaksional.
“Yang sekarang ini terjadi kan tataran pragmatisme dan
money politik. Maka, jika masyarakat menyadari itu tentu saja orientasi dalam memilih calon pemimpin akan berubah. Mereka akan memilih berdasarkan cara pikir pada visi misi calon, bukan pada politik uang,” ungkapnya.
Namun sekali lagi kata Bakhrul, sisi ideal sebuah politik ini menjadi hal yang sulit dalam kondisi masyarakat saat ini. Sebab politik transaksional sudah dibangun mulai dari awal bakal calon ingin maju pada pilkada.
“Sesungguhnya politik transaksional ini menjadi imbas dari mekanisme yang dibangun mulai dari saat ia mendaftar ke partai politik. Disana ada transaksi. Ini yang membuat sisi realitas kita melihat politik kadang menjadi tidak berpihak pada realita itu sendiri,” pungkasnya.
BERITA TERKAIT: