Dimensy.id Mobile
Dimensy.id
Apollo Solar Panel

PDIP dan PKS Didorong jadi Penyeimbang Agar Penguasa Tak Kebablasan

 LAPORAN: <a href='https://rmol.id/about/jamaludin-akmal-1'>JAMALUDIN AKMAL</a>
LAPORAN: JAMALUDIN AKMAL
  • Rabu, 01 Mei 2024, 09:55 WIB
PDIP dan PKS Didorong jadi Penyeimbang Agar Penguasa Tak Kebablasan
Pengamat politik dari Motion Cipta Matrix, Wildan Hakim/Ist
rmol news logo Menjadi oposisi bukan status hina, bahkan memiliki wibawa menjadi kekuatan penyeimbang agar pemegang tampuk kekuasaan tidak kebablasan. Untuk itu, PDIP dan PKS diharapkan tetap menjadi oposisi di pemerintahan Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka.

Pengamat politik dari Motion Cipta Matrix, Wildan Hakim menilai keberadaan partai oposisi dalam sebuah sistem demokrasi tetap diperlukan.

Menurut Wildan, menjadi partai oposan bukan berarti menjalankan peran mencari-cari kesalahan pemerintahan yang berkuasa. Namun justru menjadi kekuatan penyeimbang agar sang pemegang tampuk kekuasaan tidak kebablasan.

"Harapannya, PKS dan PDIP bisa menjadi dua partai oposisi yang mewakili aspirasi pemilih dalam mengoreksi jalannya pemerintahan Prabowo-Gibran sepanjang 2024 sampai 2029 nanti," kata Wildan kepada Kantor Berita Politik RMOL, Rabu (1/5).

Apalagi, kata dosen ilmu komunikasi Universitas Al Azhar Indonesia ini, selama Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) memimpin pemerintahan, keberadaan PDIP yang menjadi oposisi justru menghangatkan demokrasi di Indonesia.

"Yang dimaksud dengan menghangatkan di sini ialah adanya ruang bagi publik untuk menitipkan aspirasinya kepada PDIP ketika menilai ada yang kurang tepat dari kebijakan SBY di masa itu," tutur Wildan.

Wildan pun menyayangkan, kesan yang muncul selama ini, keberadaan partai opisisi bakal memicu instabilitas politik.

Padahal, selama partai oposisi menjalankan perannya sesuai fatsun politik atau berlandaskan adab dan etika yang berlaku, maka keberadaan partai oposisi tetap akan punya daya tarik di mata pemilik, serta punya daya tawar di mata penguasa.

"Kalau PDIP dan PKS ikut masuk ke dalam pemerintahan, kesan yang muncul adalah pertanyaan sinis. Untuk apa Pemilu 2024 diselenggarakan dengan biaya lebih dari Rp70 triliun kalau akhirnya sebagian besar parpol berkoalisi," pungkas Wildan.rmol news logo article

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

ARTIKEL LAINNYA