Direktur Eksekutif Institute for Development of Economics and Finance (Indef), Tauhid Ahmad, mengatakan, penurunan ini perlu dicermati. Artinya, tidak serta merta penurunan ini disebabkan karena masyarakat mengurangi konsumsi rokok.
Kata Tauhid, tingginya harga pajak cukai yang berimplikasi pada kenaikan harga rokok menjadi sebab perokok beralih pada produk ilegal.
"Penurunan cukai tembakau saat ini juga disebabkan oleh tingginya harga komoditas lain, seperti halnya bahan pokok. Sehingga dengan adanya kenaikan ini, masyarakat beralih ke rokok ilegal," kata Tauhid kepada wartawan, Selasa (1/4).
Tauhid memandang kenaikan cukai juga berkaitan dengan situasi ekonomi. Kenaikan cukai yang terjadi ketika pertumbuhan ekonomi stagnan justru akan membuka ruang bagi para produsen rokok ilegal.
Maka dari itu, katanya, kebijakan pengendalian tembakau harus dilihat dari berbagai aspek, baik fiskal maupun non-fiskal.
Adapun pemerintah saat ini sedang membahas Rancangan Peraturan Pemerintah Kesehatan (RPP Kesehatan). Rancangan Peraturan ini merupakan aturan turunan dari UU Kesehatan yang mengandung banyak muatan, mulai dari persoalan tenaga kesehatan hingga pengetatan produk tembakau dari sisi fiskal dan nonfiskal.
Sejak kemunculannya, RPP Kesehatan menimbulkan berbagai kontroversi. Pakar hukum Feri Amsari menyoroti metode omnibus yang digunakan pada tataran RPP Kesehatan.
Begitu juga, kata Feri, publik dan organisasi masyarakat mesti terlibat dalam penyusunan kebijakan publik, termasuk RPP Kesehatan. Sebab yang akan terkena dampak dari kebijakan tersebut adalah publik sendiri.
Sebaliknya, lanjutnya, akan jadi preseden tidak baik bila peraturan disusun tidak mengajak bicara organisasi dan para pemangku kepentingan lainnya.
"Jangan-jangan memang regulasi itu sudah diatur dan diperuntukkan untuk kepentingan tertentu, tapi semoga tidak," tandas Feri.
BERITA TERKAIT: