Pernyataan itu disampaikan Ketua DPP PDIP, Ahmad Basarah, pada peringatan Nuzulul Quran yang diselenggarakan organisasi sayap PDIP, Baitul Muslimin Indonesia (Bamusi), di Masjid At Taufiq, Lenteng Agung, Jakarta Selatan.
"Tak tepat lagi mendikotomikan nasionalisme dengan agama, agama dengan nasionalisme, karena pada hakikatnya nasionalisme Indonesia adalah nasionalisme yang religius," kata Basarah, lewat keterangan tertulis, Sabtu (30/3).
"Bung Karno yang oleh sejumlah kalangan disebut sebagai tokoh nasionalis, pemikiran dan legasinya justru menunjukkan dimensi keagamaan yang begitu kuat," sambung Sekretaris Dewan Penasihat PP Bamusi itu.
Basarah juga menuturkan, Bung Karno mempelajari Islam secara mendalam sejak ia remaja, tepatnya saat dititipkan di rumah tokoh pimpinan islam, Haji Oemar Said Tjokroaminoto.
"Di sana lah Bung Karno digembleng ajaran dan pemikiran Islam," katanya.
Bung Karno juga mengakui, Kiai Ahmad Dahlan, pendiri Muhammadiyah, merupakan guru utama yang ia ikuti. Ayahanda Megawati itu juga pernah berguru kepada Kiai Ahmad Hasan di Bandung.
"Saat Bung Karno dibuang Belanda ke Ende, tepi pantai yang sepi, beliau melanjutkan pemikiran Islamnya dengan melakukan korespondensi dengan Kiai Ahmad Hasan di Bandung, dan surat-surat itu kini sudah dibukukan," katanya.
Saat Bung Karno dibuang ke Bengkulu, dia juga bertemu banyak tokoh Islam di sana, dan untuk pertama kali memutuskan masuk organisasi Muhammadiyah.
Bung karno diangkat jadi ketua majelis pengajaran Muhammadiyah di Bengkulu pada 1938-1942.
Konsep keislaman yang dipelajari Bung Karno sejak remaja itu kemudian dipakai dalam merumuskan dasar negara, jelang kemerdekaan Indonesia.
"Ketika merumuskan dasar Indonesia merdeka, Bung Karno mengusulkan dasar ketuhanan yang maha esa sebagai fundamental bangsa indonesia waktu itu," kata Wakil Ketua MPR itu.
Pemikiran Bung Karno yang merupakan tokoh nasionalis sekaligus religius itu pun bisa menjadi jalan tengah.
Saat itu, 66 tokoh yang tergabung dalam Badan Penyelidik Usaha-Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI) terbelah menjadi dua kelompok.
Ada kelompok yang ingin Indonesia menjadi negara nasionalis sekuler, dan ada kelompok yang ingin Indonesia jadi negara Islam.
"Sebagai pembicara terakhir, Bung Karno mengusulkan jalan tengah, bukan negara nasionalis sekuler, tapi juga bukan negara Islam. Dia mengusulkan negara ketuhanan yang maha esa, di mana semua umat beragama diakui dalam bingkai hukum negara Pancasila," kata Basarah.
Hadir pada peringatan Nuzulul Quran itu, sejumlah pengurus PP Bamusi, seperti Irvansyah Asmat, Helmi Hidayat, Yulistian Imam Taryudi, Achmad Sahid, Rahmat Sahid, M Sukron, Yayan Sopyani Al Hadi, dan Zulkifli.
BERITA TERKAIT: