Gugatan tersebut didaftarkan dengan nomor PN JKT.PST-28022024QMI terkait dugaan perbuatan melawan hukum berkaitan Sirekap pileg DPR RI.
Aliza mengatakan, adanya Sirekap yang dipublikasi KPU RI mengakibatkan terjadinya kegaduhan secara nasional.
"Sistem digitalisasi melalui Sirekap membuat kerugian, baik individu maupun banyak pihak. Juga menimbulkan saling kecurigaan antarcaleg dan partai politik serta bisa menimbulkan anggapan penyesatan informasi publik," kata Aliza.
Kegaduhan ini dipicu oleh kerancuan perubahan data pileg tingkat DPR RI. Di saat jumlah data TPS mengalami progres kenaikan, justru hampir seluruh suara caleg DPR RI terjadi penurunan secara drastis.
Begitu pula jumlah total suara partai politik yang ada dalam Sirekap tidak sinkron dengan jumlah suara caleg dan partainya masing-masing.
Kejadian ini, kata Aliza, terjadi antara tanggal 17 Februari 2023 sampai 20 Februari 2023 di data Sirekap DPR RI. Di mana secara matematika, jika bertambahnya jumlah input data TPS, minimal suara tetap atau tidak berubah, bukan malah menurun.
Kondisi ini dapat memengaruhi jumlah kursi parpol di parlemen maupun individu calon yang akan duduk di kursi DPR RI melalui dan atau akibat Sirekap DPR RI.
"Hal lain, ada kejanggalan penetapan jumlah kursi perolehan partai politik di DPR RI maupun penetapan calon terpilih berdasarkan Sirekap pileg DPR RI, yaitu ditetapkannya PKPU 6/2024 yang ditandatangani 13 Februari 2024, atau H-1 pencoblosan," sambungnya.
Ia menegaskan, pengaduan tersebut bukan terkait kecurangan perolehan suara pemilu, namun mekanisme dan pelaksanaan Sirekap pileg DPR RI.
"Tidak sama sekali (gugatan) keterkaitan dengan DPRD Provinsi, DPRD kabupaten/kota, maupun pilpres," tutupnya.
BERITA TERKAIT: