Persoalan itu menimbulkan pertanyaan dari Partai Buruh, tentang fungsi Sirekap sebenarnya oleh KPU RI karena diduga bukan menjadi alat bantu, tetapi menjadi patokan pemenang pemilu.
Ketua Tim Khusus Pemenangan Partai Buruh Said Salahudin menilai, kebijakan KPU RI terbilang aneh setelah ditemukan data penghitungan suara di Sirekap berbeda dengan yang dicatat di formulir (Form) C.Hasil Plano.
"Terus terang ini membuat kami bingung. Kenapa munculnya permasalahan pada Sirekap menyebabkan proses rekapitulasi harus ditunda? Padahal, Sirekap dan proses rekap berjenjang merupakan dua entitas yang berbeda, dan tidak boleh saling mempengaruhi satu sama lain," ujar Said kepada
Kantor Berita Politik RMOL, Senin (19/2).
Menurutnya, maksud adanya Sirekap oleh KPU RI hanya sebagai instrumen keterbukaan informasi publik atas hasil pemilu, sebagai bagian dari data publik yang berhak diketahui oleh masyarakat.
"Data Sirekap bukanlah data resmi hasil pemilu. Hal ini jelas disebutkan dalam peraturan KPU," sambungnya.
Oleh karena itu, dia mempertanyakan fungsi dari Sirekap oleh KPU RI dalam proses penghitungan dan rekapitulasi suara pemilihan presiden (pilpres) maupun pemilihan legislatif (pileg).
"Jadi kalau muncul masalah pada Sirekap, itu semata masalah teknis yang sama sekali tidak akan mempengaruhi keabsahan hasil pemilu," tutur Said.
"Sebab, hasil resmi pemilu justru diperoleh dari proses rekapitulasi penghitungan suara yang dilakukan secara berjenjang dimulai dari tingkat kecamatan oleh PPK," tambahnya.
Lebih lanjut, Said memandang proses rekapitulasi suara di tingkat kecamatan seharusnya tidak dihentikan KPU RI, karena tidak ada kaitannya dengan proses unggah hasil penghitungan suara TPS yang termuat di Form C.Hasil.
"Permasalahan yang muncul pada Sirekap tidak boleh mengganggu berjalannya proses rekapitulasi di tingkat kecamatan," demikian Said menambahkan.
BERITA TERKAIT: