Peneliti Forum Masyarakat Peduli Parlemen Indonesia (Formappi), Lucius Karus berpendapat, keterlibatan Arsul Sani dalam kantor hukum yang dimilikinya berpotensi menimbulkan konflik kepentingan.
Terlebih, menurutnya, apabila Arsul Sani masih menjabat Wakil Ketua Umum PPP ketika berkedudukan sebagai hakim konstitusi di Mahkamah Konstitusi (MK).
"Firma hukum ini bisa menjadi lawyer atau penasihat hukum dari orang-orang yang bersengketa di Mahkamah Konstitusi. Kemudian, membuat konflik kepentingan itu sangat mungkin terjadi saat Asrul menjabat," ujar Lucius kepada
Kantor Berita Politik RMOL, Jumat (12/1).
Lucius memandang, potensi konflik kepentingan dalam penanganan perkara di MK seyogyanya harus dipastikan tidak terjadi oleh Arsul Sani yang akan dilantik pada 17 Januari 2024.
"Dia harus memastikan kantor firma hukumnya, atau kepemilikan dia di firma hukum itu dicabut secara total," kata Lucius.
Lebih jauh lagi, Lucius memandang tidak ada larangan bagi calon hakim konstitusi untuk menjadi pemilik atau pendiri firma hukum, termasuk melarang untuk ikut berperkara di MK.
Kendati begitu, dia menyarankan kepada Arsul Sani agar memastikan para kuasa hukum yang berasal dari kantor hukum yang didirikannya, ketika berperkara di MK tidak memiliki hubungan kekerabatan dengan dirinya.
Menurutnya, hal ini adalah bagian dari upaya menjaga independensi MK, mengingat terdapat kasus pelanggaran etika yang terjadi saat penanganan kasus uji materiil norma batas usia minimum calon presiden dan calon wakil presiden (capres-cawapres) yang tercantum di UU 7/2017 tentang Pemilu.
"Kalau dia (Arsul Sani) masih ada embel-embel banyak pekerjaan lain di luar sana (di luar jabatan hakim konstitusi), itu yang menjadi akar korupsi karena ada konflik kepentingan," demikian Lucius.
BERITA TERKAIT: