"Dugaan saya, aturan ini bentuk formal tindak lanjut dari pernyataan Presiden untuk ikut cawe-cawe dalam Pilpres," kritik Ketua Umum Pemuda Ikatan Cendekiawan Muslim Indonesia (ICMI) Ismail Rumadan dalam keterangannya, Kamis (30/11).
PP 53/2023 juga makin memperjelas praktik-praktik menabrak aturan demi menguntungkan kepentingan kelompok tertentu.
"Jadi, Pilpres kali ini penuh dengan akrobatik hanya karena ingin mendukung satu pasangan calon," jelasnya.
Oleh sebab itu, ia berharap publik tidak tinggal diam. Jika merasa tidak puas dengan peraturan yang dikeluarkan Presiden Jokowi itu, masyarakat bisa mengujinya melalui
judicial review ke Mahkamah Agung (MA) untuk membatalkan peraturan tersebut.
"Masyarakat punya hak protes lewat MA untuk membatalkan PP 53/2023 agar proses pelaksanaan Pilpres ini berjalan netral dan bebas dari potensi penyalahgunaan wewenang," tutur dosen hukum Universitas Nasional ini.
Hal senada disampaikan Direktur Eksekutif Semar Politik Indonesia, Mawardin Sidik. PP tersebut bisa menimbulkan kesan peran ganda pejabat yang menjadi peserta Pilpres. Imbasnya, pelayanan terhadap publik tidak akan maksimal.
"Pelayan publik seharusnya
full time melayani. Karena itu, capres maupun cawapres yang sedang jadi pejabat negara seharusnya mundur," tegas Mawardin.
BERITA TERKAIT: