Hal itu disampaikan LaNyalla ketika menyampaikan pidato kenegaraannya dalam Sidang tahunan MPR/DPR/DPD RI 2023 di Gedung Nusantara, Komplek Parlemen, Senayan, Rabu (16/8).
"Pemilihan presiden secara langsung yang kita adopsi begitu saja, telah terbukti melahirkan politik kosmetik yang mahal dan merusak kohesi bangsa," kata LaNyalla.
Mahalnya ongkos politik Pilpres secara langsung terjadi karena partai pengusung berusaha memoles calonnya sedemikian rupa agar bisa dilirik rakyat untuk dipilih, bukan semata-mata lahir karena kemampuan dan kapasitas mumpuni.
"Karena batu uji yang kita jalankan dalam mencari pemimpin nasional adalah popularitas yang bisa difabrikasi," imbuhnya.
LaNyalla juga menyoal elektabilitas calon presiden dan calon wakil presiden yang kerap dimainkan dan dibesarkan oleh para pendengung di media sosial.
"Begitu pula dengan elektabilitas yang bisa digiring melalui angka-angka. Lalu disebarluaskan oleh para
buzzer di media sosial dengan narasi-narasi saling hujat atau puja-puji buta. Pada akhirnya, rakyat pemilih disodori oleh realita yang dibentuk sedemikian rupa," katanya.
Menurutnya, Indonesia punya pekerjaan yang lebih besar, lebih penting dan lebih mendesak daripada kita disibukkan oleh hiruk-pikuk dan biaya mahal demokrasi ala barat.
"Indonesia harus menyiapkan diri menyongsong Indonesia Emas, dalam menghadapi ledakan demografi penduduk usia produktif," tutupnya.
BERITA TERKAIT: