Begitu dikatakan Kepala Badan Pengawas Perdagangan Berjangka Komoditi (Bappebti) Kementerian Perdagangan Didid Noordiatmoko.
"Bappebti mengedepankan kehati-hatian dalam penyiapan bursa berjangka CPO. Kami menjaga agar kebijakan dan ketentuan yang tengah disusun tidak bertabrakan," kata Didid dalam keterangan tertulis, Jumat (4/8).
Terkait dengan itu, kata Didid, pemerintah sudah menyusun tiga rancangan kebijakan dan ketentuan teknis terkait bursa berjangka CPO. Pertama, Rancangan Perubahan Peraturan Menteri Perdagangan 50/2022.
"Kedua, Rancangan Peraturan Bappebti tentang Petunjuk Teknis Pelaksanaan Perdagangan Pasar Fisik Minyak Sawit Mentah. Ketiga, Rancangan Peraturan Tata Tertib (PTT) Pasar Fisik CPO," katanya.
Pada kesempatan tersebut, Didid menekankan manfaat kebijakan ekspor CPO melalui bursa berjangka, yaitu pertama, terbentuk harga acuan (
price reference) CPO yang transparan, akuntabel, dan real time.
Kondisi saat ini, sambungnya, perdagangan CPO di Indonesia masih mengacu pada harga referensi dari luar sehingga menjadi tidak transparan, tidak
real time, dan sering menimbulkan
under pricing atau penetapan harga di bawah standar.
"Perdagangan CPO di Indonesia saat ini masih mengacu pada harga referensi dari bursa Malaysia dan Rotterdam. Padahal, Indonesia merupakan penghasil dan pengekspor CPO terbesar di dunia dengan volume ekspor CPO mencapai 3,462 juta ton pada 2022," bebernya.
"Walaupun nilai ekspor surplus, potensi penerimaan negara belum maksimal untuk masyarakat Indonesia," sambungnya menekankan.
Manfaat kedua, Harga Patokan Ekspor (HPE) dapat ditetapkan dengan jelas dan penerimaan negara dari pajak akan meningkat. Manfaat ketiga, dapat mendorong perbaikan harga Tandan Buah Segar (TBS) oleh Kementerian Pertanian dan menjadikan harga acuan biodiesel oleh Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral lebih akurat.
“Ke depannya diharapkan bursa CPO dapat memfasilitasi perdagangan CPO lokal sehingga transaksi di bursa akan lebih likuid,” demikian Didid.
BERITA TERKAIT: