Duta Besar RI untuk Spanyol, Dr. Muhammad Najib, mencontohkan survei politik yang digunakan untuk mengukur elektabilitas tokoh dengan metode
random sampling sudah tak lagi digunakan di negara-negara modern di dunia.
“Saya seringkali mengingatkan para konsultan politik, para surveyor statistik konvensional yang sementara ini masih mereka andalkan untuk melakukan survei-survei melihat bagaimana popularitas, elektabilitas dan sebagainya itu sudah ketinggalan zaman, sudah kuno,” kata Najib, dikutip Sabtu (22/7).
Najib menyebut bahwa metode random sampling yang digunakan dalam survei politik, seperti di Indonesia, dinilai memiliki banyak kelemahan. Baik dari segi akurasi maupun objektivitasnya.
Saat ini, kata Najib, negara-negara modern sudah menggunakan
Big Data hingga
Artificial Intelligence (AI) yang dinilai lebih akurat karena hampir tidak ditemukan kesalahan dalam hasil surveinya.
“Metode
Big Data, data yang berbasis dengan algoritma komputer, bukan saja
real time tetapi juga dia bisa mengetahui dinamika, fluktuasi denyut popularitas, elektabilitas seorang tokoh pun dapat dibaca. Dan ini 100 persen, tidak hanya satu dua persen, jadi
margin error-ya itu
almost zero,” tuturnya.
Atas dasar itu, Najib berpandangan bahwa sudah seharusnya para praktisi survei politik di Indonesia beralih dari cara-cara konvensional menuju cara yang lebih modern.
“Nah ini saya kira perlu disadari sehingga kemudian kita bisa melihat perkembangan aspirasi masyarakat secara lebih objektif,” demikian Najib.
BERITA TERKAIT: