"Pengakuan ini mengakhiri ambiguitas sikap pemerintah Belanda. Namun demikian ada beberapa catatan penting yang perlu digarisbawahi menanggapi pengakuan kemerdekaan tersebut," kata sejarawan Bonnie Triyana dalam keterangan tertulisnya, Jumat (16/6).
Pengakuan Belanda atas kemerdekaan Indonesia menjadi momentum penting bagi kedua bangsa untuk belajar dari sejarah kelam kolonialisme. Praktik perbudakan, penindasan, diskriminasi, rasialisme, dan kekerasan oleh negara terhadap warganya dan kekerasan horizontal antarwarga harus segera diakhiri.
Penulisan sejarah juga seyogianya mempromosikan nilai-nilai kemanusiaan dan keadilan sebagai pembelajaran bagi generasi muda di masa kini dan masa depan.
"Melalui pemahaman sejarah yang lebih baik diharapkan hubungan kedua bangsa makin erat tanpa harus melupakan apa yang terjadi di masa lalu, atau bahkan menghindari soal-soal penting di dalam pengungkapan sejarah itu," sambung Bonnie.
Selain itu, hubungan Indonesia-Belanda harus berdasarkan prinsip-prinsip kepercayaan (
trust) dan kesetaraan (
equality).
Bentuk konkret dari kerja sama tersebut bisa saja dalam berbagai bentuk, misalnya pemberian
visa on arrival kepada warga Indonesia yang hendak berkunjung ke Belanda.
"Tak hanya itu kerja sama lain yang bisa menjadi wujud hubungan baik kedua negara adalah dalam bidang pendidikan, pertanian, atau sektor penting lainnya," katanya.
Perdana Menteri (PM) Belanda, Mark Rutte secara resmi mengakui sepenuhnya tanpa syarat bahwa kemerdekaan Indonesia pada 17 Agustus 1945.
Hal tersebut mengakhiri klaim yang selama ini dipegang Belanda bahwa kemerdekaan Indonesia pada 27 Desember 1949 yang didasarkan pada penyerahan kedaulatan berdasarkan hasil Konferensi Meja Bundar.
BERITA TERKAIT: